Assalamu'alaikum Wr Wb!
Puji syukur di ucapakan ke hadirat Allah Swt. Dialah
Tuhan yang menurunkan agama melalui wahyu yang disampaikan kepada Rasul
pilihan- Nya, Muhammad Saw. Melalui agama ini terbentang luas jalan yang lurus
yang dapat mengantarkan manusia kepada kehidupan bahagia di dunia dan akhirat,
agama yang memiliki karakteristik yang jauh berbeda dengan agama yang datang
sebelumnya maupun sesudahnya. Shalawat dan salam kita do’akan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad saw yang memberi limpahan kenikmatan kepada kita serta
kemudahan dan kelancaran dalam aktivitas kita.
Tentu
saja, terselesaikannya makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan yang sangat berbahagia ini, kami ingin
mengucapakan terima kasih pada dosen pembimbing kami, , yang telah memberi kami
tugas untuk membuat makalah ini dengan baik.
Namun demikian, diakui bahwa masih
ada banyak kekurangan dalam makalah ini. Kekurangan itu akan diupayakan untuk
terus disempurnakan sesuai dengan kemampuan yang kami miliki.
Akhirnya, kami berdo’a kehadirat
Allah Swt. Mudah- mudahan upaya ini senantiasa mendpat bimbngan dan ridha Allah
Swt. Amin Yaa Rabbal Alamin.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap agama mempunyai karakteristik ajaran berbeda yang membedakannya
dengan agama-agama lain. Agama Islam dikenal dan dipahami lebih lanjut dengan
mengetahui dan memahami karakteristik yang melekat pada ajaran Islam sendiri. Dengan memahami karakteristik
ajaran Islam ini, maka diharapkan seseorang yang mempelajari agama Islam dapat
memahami agama Islam secara langsung, bukan pada ajaran yang ditampilkan dari
pemeluk agama, yang tarkadang menimbulkan salah persepsi yang diakibatkan oleh apa
yang ditampilkan oleh pemeluk agama itu tidak sama dengan ajaran agamanya yang
dianutnya.
Sebagai muslim kita tentu ingin
menjadi muslim yang sejati. Untuk seorang muslim harus menjalankan ajaran agama
Islam secara kaffah bukan hanya mementingkan satu aspek dalam Islam lalu
mengabaikan aspek lainnya. Oleh karna itu, pemahaman kita terhadap ajaran Islam
secara menyeluruh ( syamil ) dan sempurna( kamil
) menjadi keharusan . Di sinilah letak pentingnya kita memahami
karakteristik atau ciri-ciri khas ajaran Islam dengan baik.
Karakteristik ajaran Islam dapat
dijumpai dalam al-Qur’an dan al-Hadist yang menjadi sumber ajaran Islam yang
tidak dapat dipisahkan satu sama lain , walaupun keduanya dapat dibedakan. Para
ahli telah memberikan penjelasan yang panjang lebar tentang karakteristik atau
ciri-ciri ajaran Islam. Apa sajakah karakteristik agama islam? pandangan para
ahli ini dapat dibedakan menjadi dua, karakteristik umum ( khasais al-ammah
) dan karateristik khusus ( khassais al-khassa ). Agama yang kita
dakwahkan dengan sungguh-sungguh dan diharapkan bisa menyelamatkan dunia yang
telah terpecah-pecah dalam beberapa blok yang saling mengintai dan dilanda
berbagai kritis yang belum diketahui bagaimana cara mengatasinya.
Dengan terbatasnya pembahasan dan
halaman ini. Kami mengkaji krakteristik ajaran islam, yang membuatnya menjadi
risalah Tuhan yang terakhir dan menjadi risalah Allah untuk dunia dan seluruh
umat manusia sampai datangnya hari kiamat.
Karena semua karakteristik dan
ajaran islam inilah islam menjadi agama yang rahmatan lil ‘alamin yang
menetapkan hak-hak manusia di muka bumi ini.
B. Rumusan
Masalah
a.
Bagaimana
Tokoh- tokoh muslim memandang Karakteristik Ajaran Islam?
b.
Apa pengertian
Karakteristik Ajaran Islam?
c.
Apa Macam-macam Karakteristik Ajaran Islam?
C. Tujuan
a.
Memahami
konsep Pemikiran Tokoh- tokoh Muslim tentang Karakteristik Ajaran Islam
b.
Memahami
pengertian Karakteristik Ajaran Islam
c.
Memahami
Macam-macam Karakteristik Ajaran Islam
PEMBAHASAN
A. Sudut Pandang Tokoh- Tokoh
Muslim tentang Ajaran Islam
Selama ini kita sudah mengenal Islam, tetapi Islam dalam potret
yang bagaimanakah yang kita kenal itu, tampaknya hal ini merupakan suatu
persoalan yang perlu didiskusikan lebih lanjut. Misalnya mengenal Islam dalam
potret yang ditampilkan Iqbal dengan nuansa filosofis dan sufiistiknya.
Demikian juga, Islam yang ditampilkan pemikir-pemikir dari Iran seperti Ali
Syari’ati, Sayyed Hussen Nasr, Murthada Muthahari. Para pemikir Islam dari Iran
ini terkesan banyak menguasain pemikiran filsafat yang modren serta ilmu-ilmu
sosial yang berasal dari barat. Mereka telah menunjukan sisi kelemahan dari
berbagai pemikiran filsafat modren dan ilmu sosial dari barat, melalui
kritikannya yang akurat serta solusi yang ditawarkannya dari Islam yang
dibangun dari pendekatan sufistik.
Selanjutnya, di Indonesia kita mengenal pemikiran Islam dari Harun
Nasution yang banyak mengunakan pendekatan filosofis dan historis sebagai
acuannya. Dalam hal itu muncul pula H.M.Rasyidi dalam karyanya berjudul Kritik
Atas Islam Di Tinjau Dari Berbagai Aspeknya karangan Harun Nasution melalui
pendekatan normatif legalistik H.M.Rasyidi melihat bahwa potret islam yang
ditampilkan Harun Nasution kurang menunjukan islam yang dimaksud didalam
Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Belakangan muncul pula potret Islam versi Nurcholis Madjid dengan
potret Islam dalam versi Endang Saefuddin Anshari, dan masih banyak lagi.
Kenyataan tersebut menampilkan adanya dinamika internal dari
kalangan umat Islam untuk menterjemahkan Islam dalam usaha merespon berbagai
masalah umat yang mendesak. Titik tolak dan tujuan mereka sama, yaitu untuk
menunjukan kontribusi Islam sebagai salah satu alternatif untuk memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi umat. Selain itu, kenyataan dilihat dari sisi
mana saja, dan setiap sisinya itu akan senantiasa memancarkan cahaya yang
terang.
Pemikiran para ilmuan muslim dengan mengunakan berbagai pendekatan
tersebut diatas kiranya dapat digunakan sebagai bahan mengenal karakteristik
ajaran islam, tidak mencoba memperdebatkannya antara satu sama lainnya,
melaikan mencari sisi-sisi persamaanya untuk kemaslahatan umat umumnya dan
untuk keperluan studi islam pada khususnya.
Dari berbagai sumber keperpustakaan tentang Islam yang ditulis para
tokoh diatas,dapat diketahui bahwa Islam memiliki karakteristik yang khas yang
dapat dikenali dari konsepsinya dalam berbagai bidang, seperti bidang agama, ibadah,
muamalah (kemanusiaan) yang didalamnya termasuk masalah pendidikan, ilmu
pengetahuan, kebudayaan, sosial, politik, kehidupan, lingkungan hidup,
kesehatan pekerjaan, dan Islam sebagai sebuah disiplin ilmu. Konsepsi
Islam dalam berbagai bidang yang menjadi
karakteristiknya itu dapat dikemukakan sebagai berikut.[1]
B. Karakteristik Ajaran Islam
Karakteristik berasal dari bahasa Inggis, character, yang
berarti watak, karakter dan sifat. Selanjutnya, kata ini menjadi characteristic
yang berarti sifat yang khas, yang membedakan satu dan yang lainnya. Dalam
Bahasa Indonesia, character berarti sifat, yaitu rupa atau keadaan yang
nampak pada suatu benda atau kata yang menyatakan keadaan sesuatu seperti
panjang, keras, dan besar.
Di dalam berbagai literatur studi Islam yang ada sejak dahulu
sehingga saat ini belum dijumpai penjelasan secara eksplisit tentang ajaran
Islam tersebut . Karena sifat tersebut baru dapat diketahui melalui analisis
yang mendalam dan komprehensif dan karenanya sifat kualitatif dan interpretatif,
yakni tentang berapa jumlah sifat-sifat ajaran Islam tersebut akan berbeda
antara yang dikemukakan seorang ahli dengan ahli yang lain.
Islam merupakan sebuah bangunan atau sistem yang sofisticated dan
berbasis ajaran utama Al-Qur’an dan Al-sunnah yang diyakini memiliki karakter
yang dengannya dapat diidentifikasi atau dikenali secara seksama yang
selanjutnya dapat dijadikan perbedaan dengan ajaran agama lainnya. Status,
kedudukan, dan respon yang diberikan seseorang pada sesuatu biasanya
berdasarkan pada karakter atau sifat yang dimiliki sesuatu itu. Jika sifat dan
karakternya mengagumkan dan memberi manfaat yang besar bagi kemanusiaan, maka
sesuatu itu biasanya dihormati dan dimuliakan.[2]
C. Macam- macam Karakter Ajaran Islam
1.
Karakteristik Umum Ajaran Islam
a.
Komprehensif ( Syumuliyah )
Karakteristik Islam yag bersifat syumuliah dapat dilihat dari
kedudukannya atau perbandingannya dengan agama-agama samawi lainnya. Yakni
bahwa ajaran Islam adalah agama yang terakhir, yang melengkapi dan menyempurnakan
agama- agama samawi yang sebelumnya itu. H.M. Quraish Shihab misalnya
mengatakan, jika Islam diibaratkan sebuah bangunan, maka agama-agama lainya ada
yang membawa lantainya dindingnya, gentingnya, tiangnya, dan sebagainya, maka
agama Islam membawa semuanya dan mengkontruksikannya menjadi sebuah bangunan
yang kukuh.
Selanjutnya, jika agama- agama samawi lainnya hanya mengandung
ajaran yang berkenaan denga aspek tertentu saja, misalnya, aspek akidah,
ibadah, akhlak, maka agama Islam membawa aspek akidah, ibadah, akhlak, sosial,
ekonomi, politik, ketatanegaraan, kekeluargaan, kebudayaan, peradapan, dan
lain-lainnya. Intinya ajaran Islam bersifat al- Syumuliah, yakni
mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, sebagai mana kajian yang ditemukan
Harun Nasution.
b.
Kritis
Karakteristik Islam yang bersifat kritis ini dapat dilihat dari
segi kependudukan ajaran Islam yang memiliki ciri lebih tinggi dibandingakan
dengan ajaran-ajaran samawi yang diturunkan sebelumnya. Dengan kedudukannya
yang demikian itu, maka ajaran Islam dengan sumber al-Qur’an dan al-Hadist
menjadi wasit, hakim, korektor terhadap berbagai kekeliruan yang pernah dibuat
penganut ajaran-ajaran samawi sebelumnya. Kekeliruan ini misalnya, berkaitan
dengan doktrin ketuhanan, ajaran kitab suci, dan lain sebagainya. Keadaan
penyimpangan ini dapat dilihat dari informasi yang diberikan Al-Qur’an sebagai
berikut:
فَإِنْ
زَلَلْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْكُمُ الْبَيِّنَاتُ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ
عَزِيزٌ حَكِيمٌ.
Artinya:
“ Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu
bukti-bukti kebenaran, Maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.”
c. Humanis
Karakteristik ajaran Islam tentang humanis ini dapat dilihat dengan
upaya ummat Islam yang melindungi hak asasi manusia sebagaimana dapat dilihat
dari segi visi, misi, dan tujuannya, yakni ajaran Islam memiliki ciri tidak
hanya mensejahterakan kehidupan di dunia dan akhirat saja, tetapi juga
kesejahteraan jasmani , rohani, individual, dan sosial lahir, dan bathin, tdak
hanya bersikap lokal, nasional, dan regional, melaikan juga bersikap
iternasional. Ajaran Islam bertujuan memelihara dan melindungi seluruh hak-hak
asasi manusia, yakni hak hidup (hifdz al –anfs), hak beragama (hifdz
ad-din), hak berfikir (hifdz al-‘aql), hak memiliki keturunan (hifdz
al- nash), dan hak mendapatkan, memiliki, dan mengunakan harta (hifzd
al-maal). [3]Hal
ini sejalan dengan firman Allah SWT:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ
اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ
وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي
الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ.
Artinya: “ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
“
d. Militansi
Moderat
Karakteristik militansi moderat ajaran Islam ini antara lain dapat
dilihat dari segi sumbernya. Yakni bahwa ajaran Islam buakan hanya berpedoman
pada al-Qur’an dan Sunnah (normatif), melainkan juga berpedoman pada pendapat para
ulama’ dan ummara’(ulu-al-amri) peningalan sejarah, adat istiadat, dan
tradisi yang relevan, intuisi, serta berbagai temuan dan teori dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dengan sumber yang demikian itu, ajaran Islam mampu
beradaptasi dan menjelaskan berbagai msalah yang dihadapi manusia.
Khusuk mengenai sumber ajaran Islam, Al-Qur’an ini memiliki
beberapa ciri sebagai berikut: pertama, ada ayat-ayat yang mengandung
ajaran yang demikian itu, ajaran Islam mampu beradaptasi dan menjelaskan
berbagai masalah yang dihadapi manusia.
Khusu mengenai sumber ajaran Islam, Al-Qur’an ini memiliki beberapa
ciri sebagai berikut: pertama, ada ayat-ayat yang mengandung ajaran yang
bersifat pasti (qath’i al-dalalah) yang tidak membutuhkan interpretasi
atau pemikiran manusia, yakni ajaran yang berkaitan dengan akidah, ibadah, dan
hal yang berkaitan dengan akhlak. Yang berkaitan dengan akidah misalnya hal
yang berkaitan dengan rukun iman (kepada Allah, kepada malaikat, kitab, para
nabi, harikiamat, dan ketentuan baik dan buruk (takdir), hal yang berkaitan
dengan rukun Islam (syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji termasuk tata cara
mengerjakannya), hal yang berkaitan dengan akhlak seperti larangan menyekutukan
tuhan, larangan durhaka kepada orang tua dan lainnya, larangan memakan harta
anak yatim, larangan memakan bangkai, darah, dan daging babi, larangan meminum
khamar, berjudi dan bertenung(meramal-praktik perdukunan); serta sebagian kecil
yang berkaitan dengan hal-hal muamalah seperti pembagian harta warisan,
kewajiban mencari nafkah, dan menyusui anak. Jumlah ayat Al-Qur’an yang
berkenaan dengan masalah iqath’i ini hanya sedikit ,yakni sekitar sepertika
sepuluh saja. Adapun ayat-ayat al-Qur’an yang lain yang jauh lebih banyak
bersifat zhanni atau interpreteble itulah yang menampung masukan
dai pemikiran para ulama, sistem dan tata nilai yang berkemmbang dimasyarakat,
berbagai temuan dan teori, dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, kebudayaan,
peradapan dan sebagainya. Dengan sifat yang demikian itu, maka ajaran Islam
dapat menyesuaikan diri dan merespon berbagai perkembangan dalam masyarakat
dengan tetap tidak melanggar atau tidak bertentangan dengan ajaran yang
bersifat qath’i. Dengan sifat nya yang sesuai iitulah Islam akan sesuai
dengan perkembangan zaman.[4]
f. Dinamis
Islam adalah agama samawi yang diturunkan terakhir. Ia menjadi
pedoman hidup manusia hingga akhir zaman. Selanjutnya, karena keadan zaman dari
waktu ke waktu selalu berubah baik daripola komunikasi, interaksi, transaksi,
dan berbagai aspek hidup lainnya, maka ajaran Islam juga harus mengikuti
dinamika ini. Diantara cara menampung dinamika masyarakat ini ajaran Islam
membuka peluang atau space untuk para ulama melakukan raiterpretasi,
yang memformulasi terhadap ajaran Islam tersebut, yakni dengan menyediakan
ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat interpretable dzanni al-dalalah) yaitu
ayat yang bersifat mutasyabihat. Allah
berfiman
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ
الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ
مُتَشَابِهَاتٌ ۖ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا
تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ ۗ وَمَا
يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ ۗ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ
آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو
الْأَلْبَابِ.
Artinya: “ Dia-lah yang
menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat
yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat)
mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan,
Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya
untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang
mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya
berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu
dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)
melainkan orang-orang yang berakal.”
Dengan adanya ayat mutasyabihat tersebut, maka ajaran Islam dapat
merespon atau menjawab berbagai masalah yang secara eksplisit atau secara
terang benderang belum dijelaskan didalam Al- Qur’an. Misalnya didalam Al- Qur’an tidak dikemukakan secara jelas tentang
bentuk sebuah negara, yakni apakah negara tersebut berupa republik ( presidensial
), kerajaan, parlementer, perpaduan kerajaan dan republik. Al-Qur’an mepersilahkan
kepada manusia untuk memilih bentuk negara yang sesuai dengan situasi dan kondisi
dimana negara tersebut didirikan. Dimasa sekarang ini misalnya ada negara yang
mengambil bentuk kerajaan misalnya Saudi Arabia dan Brunai Darusslam, ada
negara yang mengambil bentuk republik Islam, seperti pakistan dan Iran, ada
yang mengambil bentuk perpaduan anatara kerajaan dsn parlementer seperti, Malaysia
serta ada pula bentuk negara republik seperti Indonesia, namun dalam
menyelengarakan pemerintahannya tidak melanggar ajaran Islam. Hal ini terjadi,
karna didilam Al- Qur’an sendiri tidak
menyatakan dengan terang tentang bentuk negara tersebut. Al-Qur’an kadang
mengunakan kata ulil amri, khalifah,
imamah,dan sultan. Dimnaa bentuk negara yang digunakan, diserahkan kepada
manusia.[5]
g. Toleransi
Karakteristik ajaran Islam yang selanjutnya adalah toleran
dapat dilihat dari segi sifatnya yang menyatakan, bahwa agama yang paling benar
disisi Allah adalah Islam. Namun pada sisi lain Islam juga menghormati
eksistensi agama lain dan sekaligus
memberi kesempatan pada agama lain untuk beerkembang, dianut oleh umat manusia,
bersikap toleran, tidak saling mengolok- olok serta agar hidup berdampingan dengan agama
lain. Allah Swt berfirman:
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ ﴿١﴾ لَا
أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ﴿٢﴾ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿٣﴾ وَلَا
أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ ﴿٤﴾ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿٥﴾
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾
Artinya:
“ 1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,
2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
4. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku
sembah.
6. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
قُلْ آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ عَلَيْنَا
وَمَا أُنْزِلَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ
وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَالنَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ
لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْ لَهُ مُسْلِمُونَ
Artinya: “ Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa
yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq,
Ya'qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan Para Nabi
dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan
hanya kepada-Nyalah Kami menyerahkan diri."
Jika ayat- ayat antara satu dan lainnya dihubungkan, maka terdapat
dua hal, Pertama Islam membangun toleransi terhadap agama-agama yang
serumpun, yakni agama yang pernah dturunkan Tuhan kepada para nabi sebelumnya,
Nabi Ibrahim, Nabi Ishak, Nabi Ya’kub dan Musa, Isa, dan para nabi lainnya.
Misi yang dibawa para nabi ini dengan misi yag dibawa nabi Muhammad SAW, yakni
mengajak manusia kepada Allah SWT serta berserah diri kepada apa yang
diperintahkannya. Perbedaan antara agama yang dibawa nabi Muhammad SAW di bawa
nabi sebelumnya terletak pada syari’at menjalankan ibadah,muamalah, hukum dan
lainnya, menginggat adanya perbedaan situasi da kondisi masyarakat yang
dihadapi masing-masing agama tersebut. Adanya perbedaan ini diakui dan
dihormati oleh Islam, sehingga antara satu dan yang lainnya dapat hidup dengan
damai . Kedua, Islam membangun toeransi kepada agam yang tak serumpun,
bahkan terhadap orang-orang yang tidak beragma sekalipun, sehingga antara orang
yang beragama dan tidak beragama tidak akan saling mengolok-olok. Dengan
pandangan yang inklusif ini, maka adanya perbedaan agama, budaya, tradisi,
warna kulit, suku, kebangsaan, dan lain sebagainya tidak digunakan sebagai
alasan untuk melakukan berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan yang manusiawi
akan saling menguntungkan.
Karakteristik ajaran Islam ynag bersifat inklusif ini tidak hanya
bersifat normatif atau teori yang tertulis didalam kitab suci, melaikan telah
di praktekkan oleh umat Islam ketika berkuasa di Spanyol, India, dan
sebagainya. Sejarah mencatat, bahwa ketika Islam berjasa di Spanyol mayoritas
peduduknya memeluk agama katholik, ternyata Islam sangat menghormati agam yang
dianut penduduk ini, dan tidak memaksa memeluk islam. Demikian pula, ketika
islam berkuasa di India yang mayoritas penduduknya memeluk agama Hindu ternyata
Islam juga bersikap toleransi dan membiarkan penduduk menganut agama nya itu.
Namun demikian perlu dibedakan, antara inklusif dan inklusifisme.
Inklusif adalah sikap yang hanya mengimani, menhayati, dan mengamalkan ajaran
agam yang dianut. Namun pada saat bersamaan juga menghormati ajaran agama
lain,. Adapun Inklusifisme adalah sikap yang mengimani, meghayati atau mengamalkan
semua agama yang ada atau menerima semua ajaran agama yang ada dan menganggap
tidak ada ajaran agama yang benar atau sikap membenarkan semua ajaran agama
yang ada. Islam hanya menerima adanya Insklusif, tetapi menolak Insklusifisme,
karna insksifisme sama dengan musyrik.[6]
h. Kosmopolit
Islam menjadikan seluruh umat
manusia yang memiliki keragaman budaya, bahasa. Tanah air, dan lainnya sebagai
sasarannya. Islam bukan hanya unuk suatu bangsa atau kelompok tertentu,
melainkan untuk semua umat manusia. Perbadaan warna kulit , suku bangsa,
bahasa, budaya, dan lainnya tidak menjadi halangan untuk jadi penganut Islam.
Dengan ini Islam dapat dipersatukan dan dipersaudarakan dengan kukuh , yakni iman dan takwa kepada
Allah Swt .
Karakter Islam yang bersifat
kosmopolit ini dapat dipahami firman Allah Swt dal QS al- Anbiya: 107, sebagai
berikut:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ .
“
Dan tidaklah kami utus engkau, melainkan agar ( menjadi ) rahmat bagi semesta
alam”.[7]
i. Responsif
Karakter ajaran Islam yang resposif
dapat dilihat dari awal kedatangan Islam pertama kali yang sudah terlibat dalam
berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Lalu Islam datang untuk merespon keadaan
yang terjadi sebagaiman yang terdapat dalam al- Quran dan Sunnah. Islam datang
bukan dalam ruang hampa masalah , melainkan dalam suasana pergulatan dalam
memecahkan berbagai masalah. Allah Swt berfirman:
هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ
لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۚ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ
رَحِيمًا
Artinya: “ Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat- Nya
( memohon amun untukmu ), supaya dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada
cahaya ( yang terang ). Dan Dialah Maha Penyayang kepada orang- orang yang
beriman. ( QS. Al- Ahzab: 43 )
j. Progresif
dan Inovatif
Ajaran Islam harus senantiasa
memperbarui dirinya dari waktu ke waktu dalam bentuk pemikiran baru dan
kontekstual dengan berbagai kehidupan masyarakat, karena peran dan fungsinya
dalam menjawab berbagai masalah yang beraneka ragam dan selalu mengalami perkembangan
baik dari segi jenis, bentuk, sifat maupun volumenya.[8]
k. Rasional
Ajaran
Islam dalam dalam bentuk perintah dan larangan sejalan dengan akal manusia,
selainitu sifat dari ajaran al- Quran sebaagian besar bersifat global dan
isyarat- isyarat yang bersifat umum yang apabila ingin dilaksanakan, maa
membutuhkan pemikran atau ijtihad manusia untuk menjabarkan dan memerinci, dam
menentukan cara- caranya.
Karena
demikian pentingnya kedudukan akal dalam ajaran Islam, maka setiap orang yang
mengamalkan ajaran Islam harus dalam keadaan sadar dan normal. Orang yang dalam
keadaan mabuk atau gila tidak diwajibkan mengamalkan ajaran Islam.[9]
2.
Karakteristik Khusus Ajaran Islam
a.
Bidang Agama
Karakter ajaran islam dalam bidang
agama menurut Nurcholis Majdid dalam karyanya yang berjudul Islam Doktrin dan
Peradaban, mengakui adanya pluralisme. Menurut Nurcholis, pluralisme adalah sebuah
aturan Tuhan yang tidak akan berubah,
sehingga tidak melawan dan diingkari. Tidak hanya itu ajaran islam juga
mengajarkan unversalisme, yakni mengajarkan kepercayaan kepada Tuhan dan hari
akhir, menyuruh berbuat baik, dan mengajak pada keselamatan. Inilah yang
selanjutnya dapat dijadikan landasan untuk membangun konsep toleransi dalam
beragama, pemaaf, tidak memaksakan, dan saling menghargai karena dalam
pluralitas agama tersebut terdapat kesamaan yaitu pengabdian pada Tuhan.[10]
b.
Bidang Ibadah
Menurut
Majlis Tarjih Muhammadiyah dengan agak lengkap mendefenisikan ibadah sebagai
upaya mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan menaati segala perintah- Nya,
menjauhi segala larangan- Nya, dan mengamalkan semua yang diizinkan- Nya.
Ibadah ada yang umum ada yang khusus. Yang umum ialah segala amaln
yang diizinkan Allah Swt, sedangkan yang khusus adalah apa yang telah
ditetapkan oleh Allah Swt akan perincian- perinciannya, tingkat dan cara- cara
tertentu.
Dalam yurispudensi Islam, telah ditetapkan bahwa dalam urusan
ibadah tidak boleh ada “ kreativitas “, sebab jika membentuk suatu ibadah dalam
Islam dinilai sebagai bid’ah yang dikutuk nabi sebagai kesesatan.[11]
c.
Bidang Akidah
Ajaran Islam sebagaimana dikemukakan Maulana Muhammad Ali, dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian teori yang biasa lazim disebut rukun
iman, dan bagian praktik yag mencakup segala yang harus dikerjakan orang Islam,
yakni amalan yang harus dijadikan pedoman hidup. Bagian pertama dari pedoman
tersebut adalah Uhsul (pokok) dan yang selanjutnya disebut Furu’(cabangan)
ushul adalah kata jama’ dari mufrod ashl yang berarti pokok atau asas. Bagian
pertama juga bisa disebut Aqa’id artinya kepercayaan yang kokoh, adapun bagian
yang kedua disebut Ahkam. Menurut imam yang lain seperti imam
Syahrastani bagian pertama itu disebut ma’rifah dan bagian selanjutnya disebut
Thab’ah, kepaturan, nurut.
Didalam
kitab Mu’jam Al-Falasafi Jamil Shaliba mengomentari Akidah menurut bahasa
mengabungkan dua sudut sehingga tergabung dengan kokoh. Ikatan disini berbeda
dengan kata ribath yang artinya juga ikatan tetapi ikatan yang mudah
dibuka, karEna ada unsur berbahaya yang terkandung didalamnya. Dalam
perundang-undangan akidah berarti menyepakati dua perkara atau lebih yang harus
dipatuhi bersama. Dalam kaitan ini akidah juga dikaitkan dengan kata Aqad yang
biasa digunakan untuk arti akad nikah, akad transaksi, kredit, dan lain
sebagainya. Yang mana didalam aqad tersebut terdapat dua orang yang saling
bertransaksi sesuatu yang jika dilangar akan menimbulkan sesuatu yang merugikan
akad nikah misalnya,apabila dilangar maka akan ada yang dirugikan salah satu
pihak baik lahir maupun bathin, apalagi dari pernikahan tersebut dikaruniai
putra-putri yang membutuhkan perhatian dan kasih sayang.
Karakteristik Islam bisa diketahui secara aqidah adalah bahwa
akidah Islam itu bersifat murni baik dari segi isi maupun proses
berlangsungnya. Yang menyakini dan mengakui bahwa tuhan yang berhak disembah
hanyalah Allah Swt. Dan tidak boleh menyakini bahwa ada yang lain yang berhak
selain Allah, karna akan berakibat kemusyirikan dan akan berdampak pada
motivasi yang tidak sepenuhnya karna panggilan Allah. Dalam prosesnya, keyakinan tersebut harus berlangsung tanpa
adanya prantara. Akidah yang seperti demikian akan melahirkan pengabdian yang
ikhlas yang hanya akan mengharap ridho Allah, yamg selanjutnya berjiwa bebas,
merdeka,dan tidak tunduk kepada selain Allah yang mengantikan posisi tuhan.
Akidah itu meliputi meliputi keyakinan didalam jiwa tentang Allah Swt
sebagai tuhan yang disembah dan tempat
bergantung, diucapkan dengan lisan dalam bentuk dua kalimat syahadat, yang
berisi ikrar bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan nabi
Muhammad sebagai utusan Allah; dan dilaksanakan dengan amal sholeh. Akidah
semacam itu memberi pengertian bahwa orang yang beriman tidak akan merasakan
dihatinya, ucapan dari mulutnya, serta perbuatannya melaikan semuanya
semata-mata hanya gambaran iman kepada Allah, yakni, tidak ada keinginan untuk
bergantung dan memohon kepada selain-Nya.
Akidah dalam Islam harus berpengarug dalam kehidupannya sehari- hari,
sehingga aktivitas itu bernilai ibadah disisi-Nya. Yusuf Al-Qardawi mengatakan
bahwa iman yang sebenarnya ialah menyakini dan percaya serta meresapi kedalam
hati, dengan penuh keyakinan tanpa ragu-ragu serta dapat mempengaruhi pada
pandangan hidup, tingkah laku, dan aktivitas sehari-hari.
Dengan demikian akidah Islam bukan hanya diyakini didalam hati, dan
harus menjadi acuan didalam kehidupan, serta aktivitas yang membuahkan amal
ibadah.[12]
d.
Bidang Ilmu dan Kebudayaan
Dalam bidang ilmu dan kebudayaan karakteristik Islam itu bersifat
lebih terbuka, akomodatif dan juga selektif. Isalam dalam satu segi terbuka dan
akomodatif untuk menerima berbagai masukan dari luar, bersamaan dengan itu
Islam juga selektif, yakni tidak begitu sja menerima seluruh jenis ilmu dan
kebudayaan melainkan kebudayaan dan ilmu yang sejalan dengan Islam. Dalam
bidang ilmu dan teknologi, Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk bersikap
terbuka dan tidak tertutup. Sekalipun Islam itu bukan dari timur dan bukan
barat, ini tidak berarti kita harus menutup diri dari keduanya. Bagaimanapun
Islam adalah sebuah paradigma terbuka yang merupakan mata rantai peradaban
dunia. Dalam sejarah Islam mewarisi peradaban Yunani, Romawi dan peradaban-
peradaban Persia, India dan Cina di Timur. Selama abad VII dan abad XV, ketika
peradaban besar di barat dan di timur itu tenggelam dan mengalami kemerosotan
Islam bertindak sebagai pewaris utamanya untuk kemudian diambil alih oleh
peradaban barat sekaligus. Jadi dalam bidang ilmu dan kebudayaan, Islam menjadi
mata rantai yang penting dalam sejarah peradaban dunia. Dalam kurun waktu
selama 8 abad itu, Islam bahkan mengembangkan warisan- warisan ilmu
pengetahuandan teknologi dari peradaban- peradaban tersebut.[13]
Nurcholis
Majid menjelaskan hubungan agama dan budaya. Menurutnya agama dan budaya adalah
dua bidang yang dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Agama bernilai
mutlak, tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat. Sedangkan budaya,
sekalipun berdasarkan agama, dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat
ke tempat. Sebagian besar agama berdasarkan agama; tidak pernah tejadi
sebaliknya. Oleh karna itu, gama adalah primer, dan budaya adalah sekunder.
Budaya bisa berupa ekspresi hidup keagamaan, karna ia subordinat agama,
dan tidak pernah sebaliknya.[14]
e. Bidang
Pendidikan
Islam memeandang bahwa pendidikan
adalah hak bagi setiapa orang ( edication for all), laki- laki atau perempuan,
dan berlangsung sepanjang hayat ( long life education ). Dalam bidang
pendidikan Islam memeiliki rumusan ang jelas dalam bidang tujuan, kurikulum, guru,
metode, sarana, dan lain sebagainya.
f. Bidang
Sosial
Khusus dalam bidang sosial ini Islam
menjunjung tinggi tolong- menolong, menurut al- Quran persoalan- persoalan yang
berbau tolong- menolong adalah ketakwaan dan kebaikan. Tolong menolong tidak
boleh keluar dai koridor keduanya. Jika menyimpang dari keduanya, bukan
kebaikan yang dihasilkan dari proses tolonng menolong, tetapi malah sebaliknya,
yaitu keburukan dan kerusakan. Dalam kaitan ini Allah Swt berfirman, “ Dan
tolong- menolong lah kamu dalam (mengerjakan ) kebikan dan takwa, dan jangan
tolong- menolong dala berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah aat berat siksa- Nya.” ( Q.s.
al- Maidah: 2 ), selanjutnya Islam menjunjung sikap saling menasihati tentang
hak dan kesabaran, kesetiakawanan, egaliter ( kesamaan derajat ), tenggang rasa
dan kebesamaan.
Ukuran
ketinggian derajat manusia dalam pandangan Islambukan ditentukan oleh nenek
moyangnya, kebangsaannya, warna kulit, bahasa, jenis kelamin, dan lain
sebagainya yang berbau rasialis.
Menurut penelitian Jalaluddin
Rahmat, Islam ternyata agama yang menekankan urusan mu’amalah lebih besar
daripada urusan ibadah. Islam ternyata banyak memperhatikan aspek kehidupan
sosial daripada aspek kehidupan ritual. Dari beberapa keterangan, kita
mendapatkan kesan bahwa ibadah ritual tidak diterima Allah bila pelakunya
melanggar norma- norma mu’amalah. [15]
g. Dalam
Bidang Kehidupan Ekonomi
Islam memandang bahwa kehidupan yang
harus dilakukan manusia adalah hidup sembang yang tidaka terpisahkan urusan
dunia dan akhirat. Urusan dunia dikejar dalam rangka mengejar kehidupan akhirat
dan kehidupan akhirat dicapai dengan dunia.
Pandangam Islam mengenai kehidupan
demikian itu, secara tidak langsung menolak kehidupan yang bercorak
sekuleristik, yaitu kehidupan yang memisahkan antara urusan dunia dengan urusan
agama. Agama harus terlibat dalam urusan dunia.
h. Dalam
Bidang Kesehatan
Ajaran Islam tentang kesehatan
berpedoman padaprinsip pencegahan lebih diutamakan dari pada penyembuhan.
Berkenaan dengan konteks kesehatan ini ditemukan sekian banyak petunjuk kitab suci dan sunnah Nabi Saw yang
pada dasrnya mengarah pada pencegahan. Untuk menuju pada upaya pencegahan
tersebut, Islam menekankan segi kebersihan lahir dan batin. Kebersihan lahir
dapat mengambil bentuk kebersihan tempat tinggal , lingkungan sekitar, badan,
pakaian, makanan, minuman, dan lain sebagainya. Dalam hubungn ini kita membaca
ayat al- Quran yang artinya: sesungguhnya Allah menyukai orang- orang yang
bertaubat dan senang kepada orang- orang yang membersihkan diri. ( QS. Al-
Baqarah: 222 ).
i. Dalam
Bidang Politik
Dalam al- Quran surat an- Nisa 156
terdapat perintah menaati ulil amri yang terjemahahannya termasuk penguasa di
bidang politik, pemerintahan dan negara. Dalam hal ini Islam tidak mengajarkan
ketaatan buta terhadap pemimpin. Islam menghendaki ketaatan kritis, yaitu
ketaatan yang didasarkan padatolak ukur kebenaran dari Tuhan. Jika pemimpin
tersebut berpegang teguh pada perinth Allah dan rasul- Nya maka wajib ditaati.
Sebaliknya jika pemimpin tersebut bertentangan dengan kehendak Alah dan rasul-
Nya, boleh dikritik dan diberi saean agar kembali kejalan yang benar dengan
cara- cara yang persuasif. Dan jika cara tersebut juga tidak dihuraukan oleh
pemimpin tersebut, boleh saja untuk tidak dipatuhi.[16]
Islam juga bukan agama yang
mementingkan bentuk negara suatu bangsa, namun hal yang terpenting adalah
keadilan, kemakmuran, kesejahteraan, keamanan, kedamaian, dan ketentraman
masyarakat.
j. Dalam
Bidang Pekerjaan
Islam memandang bahwa kerja sebagai
ibadah kepada Allah Swt. Atas dasar ini maka kerja yang dikehendaki Islam
adalah kerja yang bermutu, Terarah pada pengabdian terhadapa Alah Swt, dan
kerja yang bermanfaat bagi orang lain.
Islam juga memandang bahwa suatu
pekerjaan harus didukung ilmu pengetahuan, keahlian, pengalaman, kesungguhan,
dan seterusnya. Suatu pekerjaan yang diserahkan bukan pada ahlinya tunggulah
kehancurannya. Demikian peringatan Nabi Muhammad Saw.[17]
j. Islam
Sebagai Disiplin ilmu
Selain berhubungan dengan bidang
kehidupan dengan cir- ciri yang khas tersebut, Isam uga tampil sebagai sebuah
disiplin ilmu, yaitu ilmu keislaman. Harun Nasution mengatakan bahwa Islam
berlainan dengan pap yang umum diketahui, bukan hanya mempunyai berbagai aspek.
Islam sebenarnya mempunyai aspek teologi, aspek ibadah, aspek moral, aspek
mistisme, aspek filsafat, aspek sejarah, asppek kebudayaan, dan sebagainya. Ini
menjadi alasan terbetuknya jurusan dan fakultas di Perguruan Tinggi Islam.[18]
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dengan dua jenis karakter ajaran Islam yang demikian itu, maka
sangatlah beralasan jika sementara ada orang yang berpendapat bahwa islam
adalah sebagai jalan hidup yang terbaik ( Islam is the best way of life ).
Dengan sifatnya yang demikian itu, maka tidak pula berlebihan jika ada
sementara pendapat yang mengatakan, di masa depan Islam akan menjadi alternatif
utama dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia.
B.
Saran
Karakter
ajaran Islam yang demikian ideal itu tampak masih belum seluruhnya dijumpai
dalam kenyataan umatnya. Antar ajaran Islam yang ideal an kenyataan umatnya
yang demikian itu, masih ada kesenjangan. Hal ini memerlukan pemecahan, antara
lain dengan merumuskan kembali metode dan pendekatan dalam memahami Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Natta,
Abuddin, Metodologi Studi Islam –Ed. Revisi-Cet.21, Jakarta, Rajawali
Pers, 2014.
Natta,
Abuddin, Studi Islam Komprehensif, Jakarta, Kencana, 2011.
Abdul
Hakim, Atang, Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, Bandung, Remaja
Rosdakarya, 2006
[1]
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam
, Jakarta, Rajawali Pres, 2014, hlm 79.
[2]Abuddin
Nata, Studi Islam Komprehensif, Jakarta,
Kencana, 2011, hlm 113.
[3] Ibid,
hlm 116- 117.
[4] Ibid,
hlm 117-118.
[5] Ibid Hal
118-120
[6] Ibid,
hlm 120- 121.
[7] Ibid,
hlm 122.
[8] Ibid,
hlm 122- 124.
[9] Ibid,
hlm 124- 125
[10] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam ,
Jakarta, Rajawali Pres, 2014, hlm 80- 81.
[11]Ibid,
hlm 81- 83
[12] Ibid,
hlm 83- 85.
[13] Ibid,
hlm 85- 87
[14] Atang
Abdul Hakim, Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, Bandung, remaja
Rosdakarya, 2006, hlm 34.
[15] Ibid,
hlm 87- 90.
[16] Ibid,
hlm 90- 92.
[17]Ibid,
hlm 93.
[18] Ibid,
hlm 93- 94.