Assalamu’alaikum
wr. wb
Puji
syukur kami haturkan kepada Allah Swt, Dia lah Tuhan yang telah menurunkan
Surat Al-Alaq sebagai wahyu pertama yang maknanya menganjurkan kita untuk
membaca dan kemudian direalisasikan dalam bentuk sebuah tindakan yaitu belajar.
Shalawat serta salam mari kita selalu haturkan kepada baginda,
sang revolusioner dunia Rasulullah SAW. Beserta keluarga dan sahabatnya yang
setia mengorbankan jiwa raga dam lainnya untuk tegaknya syi’ar Islam, yang
pengaruh dan manfaatnya hingga kini masih terasa.
Tentu saja, terselesaikannya karya ilmiah ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatn yang
sangat berbahagia ini, kami ingin mengucapakan terima kasih pada dosen pembimbing
kami, Bapak H. Maksudin, yang telah memberi kami tugas untuk membuat makalah
ini dengan baik.
Namun demikian, diakui bahwa masih ada banyak kekurangan
dalam makalah ini. Kekurangan itu akan diupayakan untuk terus disempurnakan
sesuai dengan kemampuan yang kami miliki.
Akhirnya, kami berdo’a kehadirat Allah Swt. Mudah-
mudahan upaya ini senantiasa mendapat bimbingan dan ridha Allah Swt. Amin Yaa
Rabbal Alamin.
Wa’alaikumussalam wr. wb
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Globalisasi telah melanda dunia dimana nilai-nilai yang selama ini mapan
mudah berubah akibat tidak ada btas lagi natar ruag dan waktu, sehingga
nilai-nilai tersebut berubha menjadi relatif dan subyektif. Semua yang
berkaitan prilaku, budi pekerti, etika dan moral tidak bisa dikatakan obyektif,
karena nilai yang dianggap sebagia landasan prilaku itu sendiri mudah berubah.
Hal-hal yang belakangan ini muncul, yaitu batasan antar pornografi dan
pornoaksi dengan seni sangat tipis, apakah berpakaian ketat dan minim termasuk
pornoaksi atau bagian daripada seni. Ini sangat sulit dibedakan. Oleh karena
nilai-nilai tersebut mudah lunturmaka dibutuhkanlah penguatan kembali
nilai-nilai yang berdasarkan Al-Quran dan Hadis yang disebut akhlak. Akhlak
inilah merupan cermin setiap pribadi apakah ia punya rasa malu, muu’ah, amanah,
jujur, adil, lemah lembut, rasa kasih sayang terhada[ sesama, dermawan, ikhlas
dalam berbuat, suka menolong dan sebagainya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa-apa saja yang termasuk kepada konsep akhlak ?
2. Apa-apa saja yang termasuk kepada konsep tasawuf?
3. Bagaimana hubungan antara akhlak dan tasawuf?
4. Apa itu pengertian dan fungsi dari akhlak tasawuf?
5. Apa sosial historis yang terdapat dalam akhlak tasawuf?
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep-konsep akhlak.
2. Mengetahui konsep-konsep tasawuf.
3. Mengetahui hubungan antara akhlak dan tasawuf.
4. Mengetahui pengertian dan fungsi dari akhlak dan tasawuf.
5. Mengetahui sosial historis yang terdapat dalam akhlak tasawuf.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Akhlak dan Tasawuf
1. Konsep-konsep akhlak
1.1. Pengertian
Perumusan
pengertian akhlaq timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik
antara Khaliq dengan makhluq dan antara makhluk dengan makhluq.[1]
Perkataan ini dipetik dari kalimat yang tercantum dalam Al-Quran:
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
Artinya:
“Dan sesungguhnya kamu
benar-benar berbudi pekerti yang agung. “
(Q.S. Al-Qalaam: 4)
Demikian juga, dari
hadis Nabi Muhammad SAW:
اِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأ ُتَمِّمَا مَكَارِمَ
اْلأَحْلاَ قِ
Artinya:
“Aku diutus untuk
menyempurnakan perangai (budi pekerti) yang mulia.”
(H.R. Ahmad)[2]
Ada
dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu :
a. Etimologi
Secara etimologi kata akhlak berasal
dari bahasa Arab akhlaq (أخلاق) dalam bentuk jama’, sdang mufradnya
adalah khuluq (خلق). Kata khuluq
(bentuk mufrad dari akhlaq) ini berasal dari fi’il madhi khalaqa yang
dapat mempunyai bermacam- macam ari tergantung pada mashdar yang digunakan.[3]
Pendapat pertama mengatakan
Akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim masdar (bentuk
infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuia dengan
timbangan (wazan) tsulasi majid af’ala, Yuf’ilu, if’alan yang
berarti al- sajiyah (perangai), ath- thabi’ah (kelakukan,
tabi’at, watak dasar), al- ‘adat (kebiasaan, kelaziman), al- maru’ah
(peradaban yang baikl), dan al- din (agama).[4]
Pendapat
kedua mengatakan makna akhlak sebagaimana dituliskan diatas kurang sesuai,
karena isim mashdar dari kata akhlaqa bukan akhlaq, tapi ikhlaq.
Berkanaan dengan ini pendapat kedua mengatakan
makna kata akhlaq secara bahasa merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang
tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya.
Pendapat
ketiga mengatakan bahwa kata akhlaq adalah jamak dari kata khilqun atau
khuluqun yang artinya sama dengan arti akhlaq sebagaimana telah
dituliskan sebelumnya.[5]
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti,
watak, tabiat.[6]
b.
Terminologi
Adapun
pengertian akhlak menurut ulama akhlak, antara lain sebagai berikut.
1.
Ibnu
Maskawaih
Sifat
yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
2.
Imam
Al- Ghazali
Sifat
yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam- macam perbuatan dengan gampang
dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
3.
Ibrahim
Anis
Sifat
yang tertanam dalam jiwa , yang dengannya lahirlah macam- macam perbuatan, baik
atau buruk, tanpa membuuhkan pemikiran dan pertimbangan.
4.
Abd
al- Hamid
Sifat- sifat
manusia yang terdidik.[7]
5.
Muhyiddin
Ibnu Arabi
Keadaan
jiwa seseorang yang mendorong manusia untuk berbuat , tanpa melalui
pertimbangan dan pilihan terlebih dahulu. Keadaan tersebut pada seseorang boleh
jadi merupakan tabiat atau bawaan, dan boleh jadi juga merupakan kebiasaan
melalui ;atihan dan perjuangan.
6.
Syekh
Makarim Asy-Syirazi
Akhlak
adalah sekumpulan keutamaan maknawi dan tabiat batini manusia.
7.
AL-Faidh
Al-Kasyani
Akhlak
adalah ungkapan untuk menunjukkan kondisi yang mandiri dlam jiwa, yang darinya
muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa didahului perenungan dan
pemikiran.
Semua
pengertian diatas memberi gambaran bahwa tingkah laku merupakan bentuk
kepribadian seseorang tanpa dibuat-buat atau spontan atau tanpa ada dorongan
dari luar. Jika baik menurut pandangan akal dan agama, tindakan spontan itu
dinamakan akhlak yang baik (al-akhlakul karimah/ al-akhlakul mahmudah),
sebaliknya jiak tindakan spontan itu buruk disebut al-akhlakul madzmumah.[8]
1.2. Ruang Lingkup Akhlak
Dalam Islam
akhlak manusia tidak dibatasi pada prilaku sosial, namun juga menyangkut kepada
seluruh ruang lingkup kehidupan manusia. Oleh karena itu konsep Islam mengatur
polakehidupan manusia yang meliputi:
a. Hubungan antara manusia dengan Allah seperti akhlak terhadap Tuhan
b. Hubungan manusia dengan sesamanya
Hubungan
manusia dengan sesamanya meliputi hubungan seseorang terhadap keluarganya
maupun hubungan seseorang terhadap masyarakat.
c. Hubungan manusia dengan lingkungannya
Akhlak
terhadap makhluk lain seperti akhlak terhadap binatang, tumbuh-tumbuhan, dan
alam sekitar.
d. Akhlak terhadap diri sendiri.[9]
1.3. Dasar-Dasar Akhlak
a. Al-Quran
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
Artinya:
“Dan sesungguhnya kamu
benar-benar berbudi pekerti yang agung. “
(Q.S. Al-Qalaam: 4)
b. Hadis
اِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأ ُتَمِّمَا مَكَارِمَ
اْلأَحْلاَ قِ
Artinya:
“Aku diutus untuk menyempurnakan
perangai (budi pekerti) yang mulia.”
(H.R. Ahmad)
1.4. Tujuan Aklak
Tujuan
umum akhlak adalah membentuk kepribadian seorang muslim yang memiliki akhlak
mulia, baik secara lahiriah maupun bathiniah. Adapun tujuan akhlak secara
khusus adalah:
a. Mengetahui tujuan utama diutusnya Nabi
Muhammad SAW.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa tujuan utama diutusnya nabi SAW
adalah menyempurnakan akhlak.
b. Menjembatani kerengganan antara Akhlak dan
ibadah.
c. Mengimplementasikan pengetahuan tentang akhlak
dalam kehidupan.
2. Konsep-Konsep Tasawuf
2.1. Pengertian
Dalam
mengajukan teori tentang pengertian tasawuf, baik secara etimologi maupun
secara terminologi, para ahli berbeda pendapat. Secara etimologi , pengertian
tasawuf dapat dilihat menjadi beberapa macam pengertian, seperti dibawah ini.
a.
Ahlu
Suffah (أهل اللصفة)
Sekelompok
orang pada masa Rasulullah SAW Ynag hidupnya berdiam di seramb-serambi masjid,
mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah SWT.
b.
Shafa
(صفاء)
Berarti “bersih”
atau “suci”. Maksudnya adalah orang-orang yang mensucikan dirinya dihadapan
Allah SWT.
c.
Shaf
(صف)
Orang-oarang
yang ketika sholat selalu berada di shaf yang paling depan.
d.
Saufi
(سوفى)
istilah ini
disamakan maknanya dengan kata hikmah, yang berarti kebijaksanaan.
e.
Shaufanah
(سوفنة)
Sebangsa buah-
buahan kecil yang berbulu dan banyak tumbuh di padang pasir di tanah Arab.
f.
Sophia
Berasal dari
bahsa Yunani, yang artinya hikmah atau filsafat.
g.
Suf
(صوف)
Berarti bulu
domba atau wol.
Dari
ketujuh tema tersebut, yang bnayak diakui kedekatannya dengan makna tasawuf
yang dipahami sekarang ini adalah kata suf. Disebutkan bahwa kebiasaan mereka
memakai pakaian yang berasal dari kulit dan bul domba yang kasar. Dengan
pakaian dan bulu domba ynag kasar dan sederhaan itu orang- orang sufi terhindar
dari sifat riya dan menunjukkan kezuhudan pemakainya. Ini dikuatkan oleh
Barmawie Umarie yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari bahas arab yaitu (تصوف-يتصوف-تفعلا).
Pengertian tasawuf secara terminologi,
telah banyak diformulasikan oleh para ahli yang satu sama lain berbeda, yaitu:
a.
Al-Jurairi
Memasuki ke
dalam segala budi yang bersifat sunni, dan keluar dari budi pekerti yang
rendah.
b.
Al-Junaidi
Bahwa yang hak
adalah ynag mematikanmu,dan hak lah yang menghidupkanmu
c.
Abu Hamzah
Tanda sufi yang
benar adalah berfakir setelah ia kaya, merendahkan diri setelah dia bermegah-
megahan, menyembunyikan diri setelah dia terkenal dan tanda sufi palsu adalah
kaya setelah dia fakir, bermegah- megahan setelah dia hina, dan tersohor setelah
dia bersembunyi.
d.
‘Amir
bin Usman Al- Makki
Seorang hamba
yang setiap waktunya mengambil waktu yang utama.
e.
Muhammad
Ali Al- Qassab
Akhlak yang
mulia, yang timbul pada masa ynag mulia ditengah- tengah kaumnya yang mulia.
f.
Syamnun
Bahwa engkau
memliki sesuatu yang tidak dimiliki sesuatu
g.
Ma’ruf
Al- Kharaki
Mengambil
hakikat dan berputus asa apa yang ada di tangan makhluk.
Selain
berdasarkan pengertian di atas, para ahli juga mendefinisikan tasawuf
berdasarkan sudut pandang yang digunakan nya masing-masing. Selama ini ada tiga
sudut pandang yang diguanakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf[10],
yaitu:
a.
Sudut
pandang manusia sebagai makhluk terbatas.
Tasawuf adalah
upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan
meusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT.
b.
Manusia
sebagai makhluk yang harus berjuang
Tasawuf adalah
upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari ajaran agama dalam
rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.
c.
Manusia
sebagai makhluk bertuhan
Tasawuf adalah
kesadaran fitrah (ke-Tuhanan)yang dapat mengarahkan jiwa agar tertuju kepada
kegiatan – kegiatan yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhan.
Jadi , kalau
kalau kita simpulkan dapat kita ringkas sebagai berikut, “Ilmu tasawuf adalah
ilmu yang mempelajari usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu,
mencari jalan kesucian dengan makrifat meuju keadilan, saling mengingatkan
antara manusia, serta berpegang teguh pada janji Allah SWT dan menikuti
syari’at Rasulullah SAW dalam mendekatkan diri dan mencapai keridhaan-Nya.[11]
2.2. Sumber Ajaran Tasawuf
a. Al-Quran
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ
الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ
يَرْشُدُونَ
Artinya:
“Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku
adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon
kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
b.
Hadis
مَن
عَرَفَ نـَـفسَهُ فــقد عرَفَ ربًّه
Artinya:
“Barang siapa yang telah mengetahui dirinya, maka ia telah mengetahui Tuhannya.”
“Barang siapa yang telah mengetahui dirinya, maka ia telah mengetahui Tuhannya.”
2.3. Tujuan Tasawuf
Tasawuf
mengantarkan manusia untuk mendekatkan dirinya setingkat demi setingkat kepada
Tuhannya, sehingga ia demikian dekat berada di kehadirat- Nya. Dengan demikian
maka tujuan terakhir dari tasawuf itu adalah berada dekat sedekat-dekatnya di
hadirat Tuhan, dengan puncaknya menemi dan melihat Tuhannya.[12]
B. Hubungan Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf
Para
ahli Ilmu Tasawuf pada umumnya membagi tasawuf kepada tiga bagian. Pertama
Tasawuf Falsafi, kedua tasawuf akhlak, dan ketiga tasawuf amali. Ketiga macam
tasawuf ini tujuannya sama, yaitu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cra
membershkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghias diri dengan perbuatan
yang terpuji. Dengan demikian dalam proses pencapaian tujuan bertasawuf
seseorang harus terlebih dahulu berakhlak mulia.
Hubungan
antara akhlak dan tasawuf lebih lanjut dapat kita ikuti uraian yang diberikan
Harun Nasution . Menurutnya ketika mempelajari tasawuf ternyata pula bahwa
Al-Quran dan Hadis mementingkan akhlak. Harun Nasution lbih lanjut mengatakan
kaum sufilah, terutama yang pelaksanaan ibadahnya membawa kepada pembinaan
akhlak mulia dalam diri mereka.[13]
Hubungan antara akhlak dan tasawuf sangatlah erat bisa
dikatakan seperti dua mata uang, karena untuk mencapai akhlak yang mulia
diperlukan proses-proses yang biasanya dilakukan oleh kalangan mutasawwifin
(penganmal tasawuf). Sementara bagian yang terpenting dalam tasawuf adalah
pencapaian akhlak yang mulia disamping hal-hal yang terkait dengan kebutuhan.[14]
C. Akhlak Tasawuf
1. Pengertian
Akhlak tasawuf adalah proses-proses pencapaina akhlakul karimah melalui
metode tasawuf yang diilhami oleh kehidupan para salafus Shalih.
2. Fungsi Akhlak Tasawuf
2.1. Fungsi Umum
Untuk aspek pertama, yaitu menyangkut kesejarahan akhlak tasawuf
sejak lahir dan paradigmanya masih tersisa sampai sekarang.
Maka akhlak tasawuf akan dapat berfungsi sebagai:
a.
Mengembalikan
akhlak Rasulullah Saw menjadi acuan
kehidupan sehari-hari umat Islam.
b.
Menyeimbangkan
kehidupan duniawi yang serba hingar bingar dengan kehidupan spritual yang serba
teduh dan hening.
c.
Peneduh
jiwa karena hilangnya kebermaknaan hidup dalam zaman kemajuan ilmu dan
teknologi.
d.
Pengerem
psikologis dari kehidupan yang diwarnai penuh persaingan (kompetisi).
e.
Penguat
kesadaran kebersamaan hidup.
2.2. Fungsi Khusus
Fungsi
akhlak tasawuf secar khusus adalah berkaitan dengan kesehatan mental atau jiwa
manusia.[15]
Fungsi tersebut diantaranya adalah:
a.
Membersihkan
hati dalam berhubungan dengan Allah.
b.
Membersihkan
jiwa dari pengaruh materi.
c.
Menerangi
jiwa dari kegelapan.
d.
Memperteguh
dan menyuburkan keyakinan beragama.
e.
Mempertinggi
Akhlak manusia.
Adapun
fungsi mempelajari akhlak tasawuf yang sifatnya lebih teknis adalah sebagai
berikut:[16]
a.
Untuk
meningkatkan kemajuan rohani.
b.
Untuk
menuntun kearah kebakan.
c.
Untuk
menopang kesempurnaan iman.
d.
Untuk
mempertajam kemampuan eskatologis.
e.
Untuk
mempertajam tanggung jawab bersama dalam kehidupan.
f.
Untuk
menjaga martabata kemanusiaan seseorang.
D. Sosial Historis
1.
Bidang Budaya
Dari segi sejarah, sufisme
sebenarnya dapat dibaca dalam 2 tingkat: (1) sufisme sebagai semangat atau jiwa
yang hidup dalam dinamika masyarakat muslim; (2) sufisme yang tampak melekat
bersama masyarakat melalui bentuk-bentuk kelembagaan termasuk tokoh-tokohnya.
Perluasan wilayah kekuasaan Islam tidak semata-mata berimplikasi pada
persebaran syiar Islam melainkan juga berimbas pada kemakmuran yang melimpah
ruah. Banyak di kalangan sahabat yang dahulunya hidup sederhana kini menjadi
berkelimpahan harta benda. Menyaksikan fenomena kemewahan tersebut muncul
reaksi dari beberapa sahabat seperti Abu Dzar al-Ghifari, Sa’id bin Zubair,
‘Abd Allah bin ‘Umar sebagai bentuk “protes” dari perilaku hedonistic yang
menguat pada masa kekuasaan Umayyah.
2. Bidang Sosial
Disintegrasi sosial yang parah mempengaruhi umat
mencari pedoman doktrinal yang mampu memberi mereka ketenangan jiwa dan
sekaligus memberi kesadaran yang mengukuhkan ikatan yang damai sesame muslim di
antara mereka.
3.
Bidang
Agama
Menurut al-Dzahabi,
istilah sufi mulai dikenal pada abad ke-2 Hijriyah, tepatnya tahun 150 H. Orang
pertama yang dianggap memperkenalkan istilah ini kepada dunia Islam adalah Abu
Hasyim al-Sufi atau akrab disebut juga Abu Hasyim al-Kufi. Tetapi pendapat lain
menyebutkan bahwa tasawuf baru muncul di dunia Islam pada awal abad ke-3
hijriyah yang dipelopori oleh al-Kurkhi, seorang masihi asal Persia. Tokoh ini
mengembangkan pemikiran bahwa cinta (maẖabbah) kepada Allah adalah
sesuatu yang tidak diperoleh melalui belajar, melainkan karena faktor pemberian
(mauhibah) dan keutamaan dari-Nya. Adapun tasawuf baginya adalah
mengambil kebenaran-kebenaran hakiki. Tesis ini kemudian menjadi suatu asas
dalam perkembangan tasawuf di dunia Islam. Beberapa tokoh lainnya yang muncul
pada periode ini adalah al-Suqti (w.253 H), al-Muhasibi (w. 243 H) dan Dzunnun
al-Misri (w. 245 H). [17]
4. Bidang Politik
Sejarah perkembangan
tasawuf dapat dikatakan sejak timbulnya fitnah di zaman Khalifah Utsman sampai
Khalifah Ali, di mana akibat perang saudara itu beratus dan beribu umat Islam
menjadi korban. Termasyhurlah semboyan: kamu mencintai dunia dan takut kepada
mati.
Dengan
demikian timbullah reaksi dari masyarakat terhadap khalifah-khalifah
berikutnya, seperti halnya sebagian Ulama melakukan ‘uzlah. Tercatatlah
dalam sejarah sebagai pelopor dalam tasawuf, yaitu: Hasan Basyri pada abad
kedua Hijrah sebagai awal timbulnya ajaran tasawuf. Beliaupun sebagai sumber
dari ahli fikir faham Mu’tazilah dan sumber dari rasa shufiyah. Kemudian
diikuti oleh Sofyan Tsauri dan Rabi’atul Adawiyah.[18]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Para ulama telah banyak mengemukakan pendapat mereka tentang pengertian akhlak maupun tasawuf berdasarkan sudut pandang mereka. Sehingga apabila digabungkan antara keduanya, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa akhlak dan tasawuf itu adalah proses-proses pencapaian akhlakul karimah dengan metode tasawuf yang diilhami oleh kehidupan salafus saleh. Akhlak dan tasawuf memiliki konsep-konsep masing-masingnya yang memiliki hubungan satu sama lain karena bersumber dari sosial historis yang berkaitan satu sama lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali, Yunasril , Pengantar Ilmu Tasawuf, Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya, 1987.
Anwar, Rosihon, Akhlak Tasawuf, Bandung, CV Pustaka Setia,
2010.
Khoiri, Alwan, dkk, Akhlak/
Tasawuf, Yogyakarta, Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005.
Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf,
Jakarta, Rajawali Pers, 2012.
Zainuddin,
A. Jamhari, Muhammad, Al-Islam 2: Muamalah dan Akhlak, Bandung, Pustaka
Setia, 1999..
Rujukan Lain:
[1] A. Zainuddin
dan Muhammad Jamhari, Al-Islam 2: Muamalah dan Akhlak, Bandung, Pustaka
Setia, 1999, hlm. 73.
[2] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf,
Bandung, Pustaka Setia, 2010, hlm. 12.
[3] Alwan Khoiri, dkk, Akhlak/
Tasawuf, Yogyakarta,Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005, hlm.2.
[4] Jamil Shaliba, al- Mu’jam
al-Falsafi, Juz 1, Mesir, Dar al-Kitab al-Kitab al-Mishri, 1978, hlm. 539.
Lihat pula Luis Ma’luf, Kamus al-Munjid, Beirut, al- Maktabah
al-Katulikiyah, hlm. 194. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka,
1991, hlm. 19. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta, PT RAJAGRAFINDO
PERSADA, 2012, HLM. 1.
[5] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf,
Jakarta, PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2012, hlm. 1.
[6] Rosihon Anwar,Op. Cit.,
hlm. 11.
[7] Abuddin Nata, Op.
Cit., hlm. 3-4.
[8] Rosihon Anwar,Op.
Cit., hlm.15.
[9] Alwan Khoiri,
dkk, Op. Cit., hlm. 18.
[11] Rosihon Anwar,Op.
Cit., hlm.147.
[12] Alwan Khoiri,
dkk, Op. Cit., hlm. 35.
[13] Abuddin Nata, Op.
Cit., hlm. 18-19.
[14] Alwan Khoiri,
dkk, Op. Cit., hlm. 50.
[15] Yunasril Ali, Pengantar
Ilmu Tasawuf, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1987, hlm. 42-46
[16] Alwan Khoiri,
dkk, Op. Cit., hlm. 74-84.
nice kak
BalasHapusterima kasih, semoga bermanfaat!
Hapus