Selasa, 28 Maret 2017

Karakteristik Ajaran Islam




Assalamu'alaikum Wr Wb!

            Puji syukur  di ucapakan ke hadirat Allah Swt. Dialah Tuhan yang menurunkan agama melalui wahyu yang disampaikan kepada Rasul pilihan- Nya, Muhammad Saw. Melalui agama ini terbentang luas jalan yang lurus yang dapat mengantarkan manusia kepada kehidupan bahagia di dunia dan akhirat, agama yang memiliki karakteristik yang jauh berbeda dengan agama yang datang sebelumnya maupun sesudahnya. Shalawat dan salam kita do’akan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw yang memberi limpahan kenikmatan kepada kita serta kemudahan dan kelancaran dalam aktivitas kita.
            Tentu saja, terselesaikannya makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan yang sangat berbahagia ini, kami ingin mengucapakan terima kasih pada dosen pembimbing kami, , yang telah memberi kami tugas untuk membuat makalah ini dengan baik.
            Namun demikian, diakui bahwa masih ada banyak kekurangan dalam makalah ini. Kekurangan itu akan diupayakan untuk terus disempurnakan sesuai dengan kemampuan yang kami miliki.
            Akhirnya, kami berdo’a kehadirat Allah Swt. Mudah- mudahan upaya ini senantiasa mendpat bimbngan dan ridha Allah Swt. Amin Yaa Rabbal Alamin.



PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap agama mempunyai karakteristik ajaran berbeda yang membedakannya dengan agama-agama lain. Agama Islam dikenal dan dipahami lebih lanjut dengan mengetahui dan memahami karakteristik yang melekat pada ajaran  Islam sendiri. Dengan memahami karakteristik ajaran Islam ini, maka diharapkan seseorang yang mempelajari agama Islam dapat memahami agama Islam secara langsung,  bukan pada ajaran yang ditampilkan dari pemeluk agama, yang tarkadang menimbulkan salah persepsi yang diakibatkan oleh apa yang ditampilkan oleh pemeluk agama itu  tidak sama dengan ajaran agamanya yang dianutnya.
Sebagai muslim kita tentu ingin menjadi muslim yang sejati. Untuk seorang muslim harus menjalankan ajaran agama Islam secara kaffah bukan hanya mementingkan satu aspek dalam Islam lalu mengabaikan aspek lainnya. Oleh karna itu, pemahaman kita terhadap ajaran Islam  secara  menyeluruh ( syamil ) dan sempurna( kamil ) menjadi keharusan . Di sinilah letak pentingnya kita memahami karakteristik atau ciri-ciri khas ajaran Islam dengan baik.
Karakteristik ajaran Islam dapat dijumpai dalam al-Qur’an dan al-Hadist yang menjadi sumber ajaran Islam yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain , walaupun keduanya dapat dibedakan. Para ahli telah memberikan penjelasan yang panjang lebar tentang karakteristik atau ciri-ciri ajaran Islam. Apa sajakah karakteristik agama islam? pandangan para ahli ini dapat dibedakan menjadi dua, karakteristik umum ( khasais al-ammah ) dan karateristik khusus ( khassais al-khassa ). Agama yang kita dakwahkan dengan sungguh-sungguh dan diharapkan bisa menyelamatkan dunia yang telah terpecah-pecah dalam beberapa blok yang saling mengintai dan dilanda berbagai kritis yang belum diketahui bagaimana cara mengatasinya.
Dengan terbatasnya pembahasan dan halaman ini. Kami mengkaji krakteristik ajaran islam, yang membuatnya menjadi risalah Tuhan yang terakhir dan menjadi risalah Allah untuk dunia dan seluruh umat manusia sampai datangnya hari kiamat.
 Karena semua karakteristik dan ajaran islam inilah islam menjadi agama yang rahmatan lil ‘alamin yang menetapkan hak-hak manusia di muka bumi ini.

B. Rumusan Masalah
a.       Bagaimana Tokoh- tokoh muslim memandang Karakteristik Ajaran Islam?
b.      Apa pengertian Karakteristik Ajaran Islam?
c.       Apa  Macam-macam Karakteristik Ajaran Islam?
C. Tujuan
a.       Memahami konsep Pemikiran Tokoh- tokoh Muslim tentang Karakteristik Ajaran Islam
b.      Memahami pengertian Karakteristik Ajaran Islam
c.       Memahami Macam-macam Karakteristik Ajaran Islam



PEMBAHASAN

A. Sudut Pandang Tokoh- Tokoh  Muslim tentang Ajaran Islam
Selama ini kita sudah mengenal Islam, tetapi Islam dalam potret yang bagaimanakah yang kita kenal itu, tampaknya hal ini merupakan suatu persoalan yang perlu didiskusikan lebih lanjut. Misalnya mengenal Islam dalam potret yang ditampilkan Iqbal dengan nuansa filosofis dan sufiistiknya. Demikian juga, Islam yang ditampilkan pemikir-pemikir dari Iran seperti Ali Syari’ati, Sayyed Hussen Nasr, Murthada Muthahari. Para pemikir Islam dari Iran ini terkesan banyak menguasain pemikiran filsafat yang modren serta ilmu-ilmu sosial yang berasal dari barat. Mereka telah menunjukan sisi kelemahan dari berbagai pemikiran filsafat modren dan ilmu sosial dari barat, melalui kritikannya yang akurat serta solusi yang ditawarkannya dari Islam yang dibangun dari pendekatan sufistik.
Selanjutnya, di Indonesia kita mengenal pemikiran Islam dari Harun Nasution yang banyak mengunakan pendekatan filosofis dan historis sebagai acuannya. Dalam hal itu muncul pula H.M.Rasyidi dalam karyanya berjudul Kritik Atas Islam Di Tinjau Dari Berbagai Aspeknya karangan Harun Nasution melalui pendekatan normatif legalistik H.M.Rasyidi melihat bahwa potret islam yang ditampilkan Harun Nasution kurang menunjukan islam yang dimaksud didalam Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Belakangan muncul pula potret Islam versi Nurcholis Madjid dengan potret Islam dalam versi Endang Saefuddin Anshari, dan masih banyak lagi.
Kenyataan tersebut menampilkan adanya dinamika internal dari kalangan umat Islam untuk menterjemahkan Islam dalam usaha merespon berbagai masalah umat yang mendesak. Titik tolak dan tujuan mereka sama, yaitu untuk menunjukan kontribusi Islam sebagai salah satu alternatif untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat. Selain itu, kenyataan dilihat dari sisi mana saja, dan setiap sisinya itu akan senantiasa memancarkan cahaya yang terang.
Pemikiran para ilmuan muslim dengan mengunakan berbagai pendekatan tersebut diatas kiranya dapat digunakan sebagai bahan mengenal karakteristik ajaran islam, tidak mencoba memperdebatkannya antara satu sama lainnya, melaikan mencari sisi-sisi persamaanya untuk kemaslahatan umat umumnya dan untuk keperluan studi islam pada khususnya.
Dari berbagai sumber keperpustakaan tentang Islam yang ditulis para tokoh diatas,dapat diketahui bahwa Islam memiliki karakteristik yang khas yang dapat dikenali dari konsepsinya dalam berbagai bidang, seperti bidang agama, ibadah, muamalah (kemanusiaan) yang didalamnya termasuk masalah pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, sosial, politik, kehidupan, lingkungan hidup, kesehatan pekerjaan, dan Islam sebagai sebuah disiplin ilmu. Konsepsi Islam  dalam berbagai bidang yang menjadi karakteristiknya itu dapat dikemukakan sebagai berikut.[1]

B. Karakteristik Ajaran Islam
Karakteristik berasal dari bahasa Inggis, character, yang berarti watak, karakter dan sifat. Selanjutnya, kata ini menjadi characteristic yang berarti sifat yang khas, yang membedakan satu dan yang lainnya. Dalam Bahasa Indonesia, character berarti sifat, yaitu rupa atau keadaan yang nampak pada suatu benda atau kata yang menyatakan keadaan sesuatu seperti panjang, keras, dan besar.
Di dalam berbagai literatur studi Islam yang ada sejak dahulu sehingga saat ini belum dijumpai penjelasan secara eksplisit tentang ajaran Islam tersebut . Karena sifat tersebut baru dapat diketahui melalui analisis yang mendalam dan komprehensif dan karenanya sifat kualitatif dan interpretatif, yakni tentang berapa jumlah sifat-sifat ajaran Islam tersebut akan berbeda antara yang dikemukakan seorang ahli dengan ahli yang lain.
Islam merupakan sebuah bangunan atau sistem yang sofisticated dan berbasis ajaran utama Al-Qur’an dan Al-sunnah yang diyakini memiliki karakter yang dengannya dapat diidentifikasi atau dikenali secara seksama yang selanjutnya dapat dijadikan perbedaan dengan ajaran agama lainnya. Status, kedudukan, dan respon yang diberikan seseorang pada sesuatu biasanya berdasarkan pada karakter atau sifat yang dimiliki sesuatu itu. Jika sifat dan karakternya mengagumkan dan memberi manfaat yang besar bagi kemanusiaan, maka sesuatu itu biasanya dihormati dan dimuliakan.[2]

C. Macam- macam Karakter Ajaran Islam

1.         Karakteristik Umum Ajaran Islam


a.    Komprehensif ( Syumuliyah )
Karakteristik Islam yag bersifat syumuliah dapat dilihat dari kedudukannya atau perbandingannya dengan agama-agama samawi lainnya. Yakni bahwa ajaran Islam adalah agama yang terakhir, yang melengkapi dan menyempurnakan agama- agama samawi yang sebelumnya itu. H.M. Quraish Shihab misalnya mengatakan, jika Islam diibaratkan sebuah bangunan, maka agama-agama lainya ada yang membawa lantainya dindingnya, gentingnya, tiangnya, dan sebagainya, maka agama Islam membawa semuanya dan mengkontruksikannya menjadi sebuah bangunan yang kukuh.
Selanjutnya, jika agama- agama samawi lainnya hanya mengandung ajaran yang berkenaan denga aspek tertentu saja, misalnya, aspek akidah, ibadah, akhlak, maka agama Islam membawa aspek akidah, ibadah, akhlak, sosial, ekonomi, politik, ketatanegaraan, kekeluargaan, kebudayaan, peradapan, dan lain-lainnya. Intinya ajaran Islam bersifat al- Syumuliah, yakni mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, sebagai mana kajian yang ditemukan Harun Nasution.
b. Kritis
Karakteristik Islam yang bersifat kritis ini dapat dilihat dari segi kependudukan ajaran Islam yang memiliki ciri lebih tinggi dibandingakan dengan ajaran-ajaran samawi yang diturunkan sebelumnya. Dengan kedudukannya yang demikian itu, maka ajaran Islam dengan sumber al-Qur’an dan al-Hadist menjadi wasit, hakim, korektor terhadap berbagai kekeliruan yang pernah dibuat penganut ajaran-ajaran samawi sebelumnya. Kekeliruan ini misalnya, berkaitan dengan doktrin ketuhanan, ajaran kitab suci, dan lain sebagainya. Keadaan penyimpangan ini dapat dilihat dari informasi yang diberikan Al-Qur’an sebagai berikut:
فَإِنْ زَلَلْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْكُمُ الْبَيِّنَاتُ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ.
Artinya: “ Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, Maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
c. Humanis
Karakteristik ajaran Islam tentang humanis ini dapat dilihat dengan upaya ummat Islam yang melindungi hak asasi manusia sebagaimana dapat dilihat dari segi visi, misi, dan tujuannya, yakni ajaran Islam memiliki ciri tidak hanya mensejahterakan kehidupan di dunia dan akhirat saja, tetapi juga kesejahteraan jasmani , rohani, individual, dan sosial lahir, dan bathin, tdak hanya bersikap lokal, nasional, dan regional, melaikan juga bersikap iternasional. Ajaran Islam bertujuan memelihara dan melindungi seluruh hak-hak asasi manusia, yakni hak hidup (hifdz al –anfs), hak beragama (hifdz ad-din), hak berfikir (hifdz al-‘aql), hak memiliki keturunan (hifdz al- nash), dan hak mendapatkan, memiliki, dan mengunakan harta (hifzd al-maal). [3]Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:
                      وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ.
Artinya: “ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. “

d. Militansi Moderat
Karakteristik militansi moderat ajaran Islam ini antara lain dapat dilihat dari segi sumbernya. Yakni bahwa ajaran Islam buakan hanya berpedoman pada al-Qur’an dan Sunnah (normatif), melainkan juga berpedoman pada pendapat para ulama’ dan ummara’(ulu-al-amri) peningalan sejarah, adat istiadat, dan tradisi yang relevan, intuisi, serta berbagai temuan dan teori dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan sumber yang demikian itu, ajaran Islam mampu beradaptasi dan menjelaskan berbagai msalah yang dihadapi manusia.
Khusuk mengenai sumber ajaran Islam, Al-Qur’an ini memiliki beberapa ciri sebagai berikut: pertama, ada ayat-ayat yang mengandung ajaran yang demikian itu, ajaran Islam mampu beradaptasi dan menjelaskan berbagai masalah yang dihadapi manusia.
Khusu mengenai sumber ajaran Islam, Al-Qur’an ini memiliki beberapa ciri sebagai berikut: pertama, ada ayat-ayat yang mengandung ajaran yang bersifat pasti (qath’i al-dalalah) yang tidak membutuhkan interpretasi atau pemikiran manusia, yakni ajaran yang berkaitan dengan akidah, ibadah, dan hal yang berkaitan dengan akhlak. Yang berkaitan dengan akidah misalnya hal yang berkaitan dengan rukun iman (kepada Allah, kepada malaikat, kitab, para nabi, harikiamat, dan ketentuan baik dan buruk (takdir), hal yang berkaitan dengan rukun Islam (syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji termasuk tata cara mengerjakannya), hal yang berkaitan dengan akhlak seperti larangan menyekutukan tuhan, larangan durhaka kepada orang tua dan lainnya, larangan memakan harta anak yatim, larangan memakan bangkai, darah, dan daging babi, larangan meminum khamar, berjudi dan bertenung(meramal-praktik perdukunan); serta sebagian kecil yang berkaitan dengan hal-hal muamalah seperti pembagian harta warisan, kewajiban mencari nafkah, dan menyusui anak. Jumlah ayat Al-Qur’an yang berkenaan dengan masalah iqath’i  ini hanya sedikit ,yakni sekitar sepertika sepuluh saja. Adapun ayat-ayat al-Qur’an yang lain yang jauh lebih banyak bersifat zhanni atau interpreteble itulah yang menampung masukan dai pemikiran para ulama, sistem dan tata nilai yang berkemmbang dimasyarakat, berbagai temuan dan teori, dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, kebudayaan, peradapan dan sebagainya. Dengan sifat yang demikian itu, maka ajaran Islam dapat menyesuaikan diri dan merespon berbagai perkembangan dalam masyarakat dengan tetap tidak melanggar atau tidak bertentangan dengan ajaran yang bersifat qath’i. Dengan sifat nya yang sesuai iitulah Islam akan sesuai dengan perkembangan zaman.[4]

f. Dinamis
Islam adalah agama samawi yang diturunkan terakhir. Ia menjadi pedoman hidup manusia hingga akhir zaman. Selanjutnya, karena keadan zaman dari waktu ke waktu selalu berubah baik daripola komunikasi, interaksi, transaksi, dan berbagai aspek hidup lainnya, maka ajaran Islam juga harus mengikuti dinamika ini. Diantara cara menampung dinamika masyarakat ini ajaran Islam membuka peluang atau space untuk para ulama melakukan raiterpretasi, yang memformulasi terhadap ajaran Islam tersebut, yakni dengan menyediakan ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat  interpretable dzanni al-dalalah) yaitu ayat yang bersifat  mutasyabihat. Allah berfiman
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ ۖ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ ۗ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ ۗ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ.
Artinya: Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.”
                Dengan adanya ayat mutasyabihat tersebut, maka ajaran Islam dapat merespon atau menjawab berbagai masalah yang secara eksplisit atau secara terang benderang belum dijelaskan didalam Al- Qur’an. Misalnya didalam Al-  Qur’an tidak dikemukakan secara jelas tentang bentuk sebuah negara, yakni apakah negara tersebut berupa republik ( presidensial ), kerajaan, parlementer, perpaduan kerajaan dan republik. Al-Qur’an mepersilahkan kepada manusia untuk memilih bentuk negara yang sesuai dengan situasi dan kondisi dimana negara tersebut didirikan. Dimasa sekarang ini misalnya ada negara yang mengambil bentuk kerajaan misalnya Saudi Arabia dan Brunai Darusslam, ada negara yang mengambil bentuk republik Islam, seperti pakistan dan Iran, ada yang mengambil bentuk perpaduan anatara kerajaan dsn parlementer seperti, Malaysia serta ada pula bentuk negara republik seperti Indonesia, namun dalam menyelengarakan pemerintahannya tidak melanggar ajaran Islam. Hal ini terjadi, karna didilam Al-  Qur’an sendiri tidak menyatakan dengan terang tentang bentuk negara tersebut. Al-Qur’an kadang mengunakan kata  ulil amri, khalifah, imamah,dan sultan. Dimnaa bentuk negara yang digunakan, diserahkan kepada manusia.[5]

g. Toleransi
 Karakteristik ajaran Islam yang selanjutnya adalah toleran dapat dilihat dari segi sifatnya yang menyatakan, bahwa agama yang paling benar disisi Allah adalah Islam. Namun pada sisi lain Islam juga menghormati eksistensi agama lain  dan sekaligus memberi kesempatan pada agama lain untuk beerkembang, dianut oleh umat manusia, bersikap toleran, tidak saling mengolok- olok  serta agar hidup berdampingan dengan agama lain. Allah Swt berfirman:
   قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ ﴿١﴾ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ﴿٢﴾ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿٣﴾ وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ ﴿٤﴾ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿٥﴾ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾
Artinya: “ 1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,
2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
4. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
6. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."

قُلْ آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ عَلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَالنَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْ لَهُ مُسْلِمُونَ
Artinya: “ Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan Para Nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nyalah Kami menyerahkan diri."
Jika ayat- ayat antara satu dan lainnya dihubungkan, maka terdapat dua hal, Pertama Islam membangun toleransi terhadap agama-agama yang serumpun, yakni agama yang pernah dturunkan Tuhan kepada para nabi sebelumnya, Nabi Ibrahim, Nabi Ishak, Nabi Ya’kub dan Musa, Isa, dan para nabi lainnya. Misi yang dibawa para nabi ini dengan misi yag dibawa nabi Muhammad SAW, yakni mengajak manusia kepada Allah SWT serta berserah diri kepada apa yang diperintahkannya. Perbedaan antara agama yang dibawa nabi Muhammad SAW di bawa nabi sebelumnya terletak pada syari’at menjalankan ibadah,muamalah, hukum dan lainnya, menginggat adanya perbedaan situasi da kondisi masyarakat yang dihadapi masing-masing agama tersebut. Adanya perbedaan ini diakui dan dihormati oleh Islam, sehingga antara satu dan yang lainnya dapat hidup dengan damai . Kedua, Islam membangun toeransi kepada agam yang tak serumpun, bahkan terhadap orang-orang yang tidak beragma sekalipun, sehingga antara orang yang beragama dan tidak beragama tidak akan saling mengolok-olok. Dengan pandangan yang inklusif ini, maka adanya perbedaan agama, budaya, tradisi, warna kulit, suku, kebangsaan, dan lain sebagainya tidak digunakan sebagai alasan untuk melakukan berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan yang manusiawi akan saling menguntungkan.
Karakteristik ajaran Islam ynag bersifat inklusif ini tidak hanya bersifat normatif atau teori yang tertulis didalam kitab suci, melaikan telah di praktekkan oleh umat Islam ketika berkuasa di Spanyol, India, dan sebagainya. Sejarah mencatat, bahwa ketika Islam berjasa di Spanyol mayoritas peduduknya memeluk agama katholik, ternyata Islam sangat menghormati agam yang dianut penduduk ini, dan tidak memaksa memeluk islam. Demikian pula, ketika islam berkuasa di India yang mayoritas penduduknya memeluk agama Hindu ternyata Islam juga bersikap toleransi dan membiarkan penduduk menganut agama nya itu.
Namun demikian perlu dibedakan, antara inklusif dan inklusifisme. Inklusif adalah sikap yang hanya mengimani, menhayati, dan mengamalkan ajaran agam yang dianut. Namun pada saat bersamaan juga menghormati ajaran agama lain,. Adapun Inklusifisme adalah sikap yang mengimani, meghayati atau mengamalkan semua agama yang ada atau menerima semua ajaran agama yang ada dan menganggap tidak ada ajaran agama yang benar atau sikap membenarkan semua ajaran agama yang ada. Islam hanya menerima adanya Insklusif, tetapi menolak Insklusifisme, karna insksifisme sama dengan musyrik.[6]
h. Kosmopolit
            Islam menjadikan seluruh umat manusia yang memiliki keragaman budaya, bahasa. Tanah air, dan lainnya sebagai sasarannya. Islam bukan hanya unuk suatu bangsa atau kelompok tertentu, melainkan untuk semua umat manusia. Perbadaan warna kulit , suku bangsa, bahasa, budaya, dan lainnya tidak menjadi halangan untuk jadi penganut Islam. Dengan ini Islam dapat dipersatukan dan dipersaudarakan  dengan kukuh , yakni iman dan takwa kepada Allah Swt .
            Karakter Islam yang bersifat kosmopolit ini dapat dipahami firman Allah Swt dal QS al- Anbiya: 107, sebagai berikut:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ .
“ Dan tidaklah kami utus engkau, melainkan agar ( menjadi ) rahmat bagi semesta alam”.[7]
i.  Responsif
            Karakter ajaran Islam yang resposif dapat dilihat dari awal kedatangan Islam pertama kali yang sudah terlibat dalam berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Lalu Islam datang untuk merespon keadaan yang terjadi sebagaiman yang terdapat dalam al- Quran dan Sunnah. Islam datang bukan dalam ruang hampa masalah , melainkan dalam suasana pergulatan dalam memecahkan berbagai masalah. Allah Swt berfirman:
هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۚ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا
Artinya: “ Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat- Nya ( memohon amun untukmu ), supaya dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya ( yang terang ). Dan Dialah Maha Penyayang kepada orang- orang yang beriman. ( QS. Al- Ahzab: 43 )
j.  Progresif  dan Inovatif
            Ajaran Islam harus senantiasa memperbarui dirinya dari waktu ke waktu dalam bentuk pemikiran baru dan kontekstual dengan berbagai kehidupan masyarakat, karena peran dan fungsinya dalam menjawab berbagai masalah yang beraneka ragam dan selalu mengalami perkembangan baik dari segi jenis, bentuk, sifat maupun volumenya.[8]
k. Rasional
Ajaran Islam dalam dalam bentuk perintah dan larangan sejalan dengan akal manusia, selainitu sifat dari ajaran al- Quran sebaagian besar bersifat global dan isyarat- isyarat yang bersifat umum yang apabila ingin dilaksanakan, maa membutuhkan pemikran atau ijtihad manusia untuk menjabarkan dan memerinci, dam menentukan cara- caranya.
            Karena demikian pentingnya kedudukan akal dalam ajaran Islam, maka setiap orang yang mengamalkan ajaran Islam harus dalam keadaan sadar dan normal. Orang yang dalam keadaan mabuk atau gila tidak diwajibkan mengamalkan ajaran Islam.[9]
2. Karakteristik Khusus Ajaran Islam
a. Bidang Agama
            Karakter ajaran islam dalam bidang agama menurut Nurcholis Majdid dalam karyanya yang berjudul Islam Doktrin dan Peradaban, mengakui adanya pluralisme. Menurut Nurcholis, pluralisme adalah sebuah aturan Tuhan yang  tidak akan berubah, sehingga tidak melawan dan diingkari. Tidak hanya itu ajaran islam juga mengajarkan unversalisme, yakni mengajarkan kepercayaan kepada Tuhan dan hari akhir, menyuruh berbuat baik, dan mengajak pada keselamatan. Inilah yang selanjutnya dapat dijadikan landasan untuk membangun konsep toleransi dalam beragama, pemaaf, tidak memaksakan, dan saling menghargai karena dalam pluralitas agama tersebut terdapat kesamaan yaitu pengabdian pada Tuhan.[10]
b. Bidang Ibadah
            Menurut Majlis Tarjih Muhammadiyah dengan agak lengkap mendefenisikan ibadah sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan menaati segala perintah- Nya, menjauhi segala larangan- Nya, dan mengamalkan semua yang diizinkan- Nya.
Ibadah ada yang umum ada yang khusus. Yang umum ialah segala amaln yang diizinkan Allah Swt, sedangkan yang khusus adalah apa yang telah ditetapkan oleh Allah Swt akan perincian- perinciannya, tingkat dan cara- cara tertentu.
Dalam yurispudensi Islam, telah ditetapkan bahwa dalam urusan ibadah tidak boleh ada “ kreativitas “, sebab jika membentuk suatu ibadah dalam Islam dinilai sebagai bid’ah yang dikutuk nabi sebagai kesesatan.[11]
c. Bidang Akidah
Ajaran Islam sebagaimana dikemukakan Maulana Muhammad Ali, dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian teori yang biasa lazim disebut rukun iman, dan bagian praktik yag mencakup segala yang harus dikerjakan orang Islam, yakni amalan yang harus dijadikan pedoman hidup. Bagian pertama dari pedoman tersebut adalah Uhsul (pokok) dan yang selanjutnya disebut Furu’(cabangan) ushul adalah kata jama’ dari mufrod ashl yang berarti pokok atau asas. Bagian pertama juga bisa  disebut Aqa’id  artinya kepercayaan yang kokoh, adapun bagian yang kedua disebut Ahkam. Menurut imam yang lain seperti imam Syahrastani bagian pertama itu disebut ma’rifah dan bagian selanjutnya disebut Thab’ah, kepaturan, nurut.
Didalam kitab Mu’jam Al-Falasafi Jamil Shaliba mengomentari Akidah menurut bahasa mengabungkan dua sudut sehingga tergabung dengan kokoh. Ikatan disini berbeda dengan kata ribath yang artinya juga ikatan tetapi ikatan yang mudah dibuka, karEna ada unsur berbahaya yang terkandung didalamnya. Dalam perundang-undangan akidah berarti menyepakati dua perkara atau lebih yang harus dipatuhi bersama. Dalam kaitan ini akidah juga dikaitkan dengan kata Aqad yang biasa digunakan untuk arti akad nikah, akad transaksi, kredit, dan lain sebagainya. Yang mana didalam aqad tersebut terdapat dua orang yang saling bertransaksi sesuatu yang jika dilangar akan menimbulkan sesuatu yang merugikan akad nikah misalnya,apabila dilangar maka akan ada yang dirugikan salah satu pihak baik lahir maupun bathin, apalagi dari pernikahan tersebut dikaruniai putra-putri yang membutuhkan perhatian dan kasih sayang.
Karakteristik Islam bisa diketahui secara aqidah adalah bahwa akidah Islam itu bersifat murni baik dari segi isi maupun proses berlangsungnya. Yang menyakini dan mengakui bahwa tuhan yang berhak disembah hanyalah Allah Swt. Dan tidak boleh menyakini bahwa ada yang lain yang berhak selain Allah, karna akan berakibat kemusyirikan dan akan berdampak pada motivasi yang tidak sepenuhnya karna panggilan Allah. Dalam prosesnya,  keyakinan tersebut harus berlangsung tanpa adanya prantara. Akidah yang seperti demikian akan melahirkan pengabdian yang ikhlas yang hanya akan mengharap ridho Allah, yamg selanjutnya berjiwa bebas, merdeka,dan tidak tunduk kepada selain Allah yang mengantikan posisi tuhan.
Akidah itu meliputi meliputi keyakinan didalam jiwa tentang Allah Swt sebagai tuhan yang disembah  dan tempat bergantung, diucapkan dengan lisan dalam bentuk dua kalimat syahadat, yang berisi ikrar bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan nabi Muhammad sebagai utusan Allah; dan dilaksanakan dengan amal sholeh. Akidah semacam itu memberi pengertian bahwa orang yang beriman tidak akan merasakan dihatinya, ucapan dari mulutnya, serta perbuatannya melaikan semuanya semata-mata hanya gambaran iman kepada Allah, yakni, tidak ada keinginan untuk bergantung dan memohon kepada selain-Nya.
Akidah dalam Islam harus berpengarug dalam kehidupannya sehari- hari, sehingga aktivitas itu bernilai ibadah disisi-Nya. Yusuf Al-Qardawi mengatakan bahwa iman yang sebenarnya ialah menyakini dan percaya serta meresapi kedalam hati, dengan penuh keyakinan tanpa ragu-ragu serta dapat mempengaruhi pada pandangan hidup, tingkah laku, dan aktivitas sehari-hari.
Dengan demikian akidah Islam bukan hanya diyakini didalam hati, dan harus menjadi acuan didalam kehidupan, serta aktivitas yang membuahkan amal ibadah.[12]
d. Bidang Ilmu dan Kebudayaan   
Dalam bidang ilmu dan kebudayaan karakteristik Islam itu bersifat lebih terbuka, akomodatif dan juga selektif. Isalam dalam satu segi terbuka dan akomodatif untuk menerima berbagai masukan dari luar, bersamaan dengan itu Islam juga selektif, yakni tidak begitu sja menerima seluruh jenis ilmu dan kebudayaan melainkan kebudayaan dan ilmu yang sejalan dengan Islam. Dalam bidang ilmu dan teknologi, Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk bersikap terbuka dan tidak tertutup. Sekalipun Islam itu bukan dari timur dan bukan barat, ini tidak berarti kita harus menutup diri dari keduanya. Bagaimanapun Islam adalah sebuah paradigma terbuka yang merupakan mata rantai peradaban dunia. Dalam sejarah Islam mewarisi peradaban Yunani, Romawi dan peradaban- peradaban Persia, India dan Cina di Timur. Selama abad VII dan abad XV, ketika peradaban besar di barat dan di timur itu tenggelam dan mengalami kemerosotan Islam bertindak sebagai pewaris utamanya untuk kemudian diambil alih oleh peradaban barat sekaligus. Jadi dalam bidang ilmu dan kebudayaan, Islam menjadi mata rantai yang penting dalam sejarah peradaban dunia. Dalam kurun waktu selama 8 abad itu, Islam bahkan mengembangkan warisan- warisan ilmu pengetahuandan teknologi dari peradaban- peradaban tersebut.[13]
Nurcholis Majid menjelaskan hubungan agama dan budaya. Menurutnya agama dan budaya adalah dua bidang yang dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Agama bernilai mutlak, tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat. Sedangkan budaya, sekalipun berdasarkan agama, dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Sebagian besar agama berdasarkan agama; tidak pernah tejadi sebaliknya. Oleh karna itu, gama adalah primer, dan budaya adalah sekunder. Budaya bisa berupa ekspresi hidup keagamaan, karna ia subordinat agama, dan tidak pernah sebaliknya.[14]
e. Bidang Pendidikan
            Islam memeandang bahwa pendidikan adalah hak bagi setiapa orang ( edication for all), laki- laki atau perempuan, dan berlangsung sepanjang hayat ( long life education ). Dalam bidang pendidikan Islam memeiliki rumusan ang jelas dalam bidang tujuan, kurikulum, guru, metode, sarana, dan lain sebagainya.
f. Bidang Sosial
            Khusus dalam bidang sosial ini Islam menjunjung tinggi tolong- menolong, menurut al- Quran persoalan- persoalan yang berbau tolong- menolong adalah ketakwaan dan kebaikan. Tolong menolong tidak boleh keluar dai koridor keduanya. Jika menyimpang dari keduanya, bukan kebaikan yang dihasilkan dari proses tolonng menolong, tetapi malah sebaliknya, yaitu keburukan dan kerusakan. Dalam kaitan ini Allah Swt berfirman, “ Dan tolong- menolong lah kamu dalam (mengerjakan ) kebikan dan takwa, dan jangan tolong- menolong dala berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah aat berat siksa- Nya.” ( Q.s. al- Maidah: 2 ), selanjutnya Islam menjunjung sikap saling menasihati tentang hak dan kesabaran, kesetiakawanan, egaliter ( kesamaan derajat ), tenggang rasa dan kebesamaan.
            Ukuran ketinggian derajat manusia dalam pandangan Islambukan ditentukan oleh nenek moyangnya, kebangsaannya, warna kulit, bahasa, jenis kelamin, dan lain sebagainya yang berbau rasialis.
            Menurut penelitian Jalaluddin Rahmat, Islam ternyata agama yang menekankan urusan mu’amalah lebih besar daripada urusan ibadah. Islam ternyata banyak memperhatikan aspek kehidupan sosial daripada aspek kehidupan ritual. Dari beberapa keterangan, kita mendapatkan kesan bahwa ibadah ritual tidak diterima Allah bila pelakunya melanggar norma- norma mu’amalah. [15]
g. Dalam Bidang Kehidupan Ekonomi
            Islam memandang bahwa kehidupan yang harus dilakukan manusia adalah hidup sembang yang tidaka terpisahkan urusan dunia dan akhirat. Urusan dunia dikejar dalam rangka mengejar kehidupan akhirat dan kehidupan akhirat dicapai dengan dunia.
            Pandangam Islam mengenai kehidupan demikian itu, secara tidak langsung menolak kehidupan yang bercorak sekuleristik, yaitu kehidupan yang memisahkan antara urusan dunia dengan urusan agama. Agama harus terlibat dalam urusan dunia.


h. Dalam Bidang Kesehatan
            Ajaran Islam tentang kesehatan berpedoman padaprinsip pencegahan lebih diutamakan dari pada penyembuhan. Berkenaan dengan konteks kesehatan ini ditemukan sekian banyak  petunjuk kitab suci dan sunnah Nabi Saw yang pada dasrnya mengarah pada pencegahan. Untuk menuju pada upaya pencegahan tersebut, Islam menekankan segi kebersihan lahir dan batin. Kebersihan lahir dapat mengambil bentuk kebersihan tempat tinggal , lingkungan sekitar, badan, pakaian, makanan, minuman, dan lain sebagainya. Dalam hubungn ini kita membaca ayat al- Quran yang artinya: sesungguhnya Allah menyukai orang- orang yang bertaubat dan senang kepada orang- orang yang membersihkan diri. ( QS. Al- Baqarah: 222 ).
i. Dalam Bidang Politik
            Dalam al- Quran surat an- Nisa 156 terdapat perintah menaati ulil amri yang terjemahahannya termasuk penguasa di bidang politik, pemerintahan dan negara. Dalam hal ini Islam tidak mengajarkan ketaatan buta terhadap pemimpin. Islam menghendaki ketaatan kritis, yaitu ketaatan yang didasarkan padatolak ukur kebenaran dari Tuhan. Jika pemimpin tersebut berpegang teguh pada perinth Allah dan rasul- Nya maka wajib ditaati. Sebaliknya jika pemimpin tersebut bertentangan dengan kehendak Alah dan rasul- Nya, boleh dikritik dan diberi saean agar kembali kejalan yang benar dengan cara- cara yang persuasif. Dan jika cara tersebut juga tidak dihuraukan oleh pemimpin tersebut, boleh saja untuk tidak dipatuhi.[16]
            Islam juga bukan agama yang mementingkan bentuk negara suatu bangsa, namun hal yang terpenting adalah keadilan, kemakmuran, kesejahteraan, keamanan, kedamaian, dan ketentraman masyarakat.
j. Dalam Bidang Pekerjaan
            Islam memandang bahwa kerja sebagai ibadah kepada Allah Swt. Atas dasar ini maka kerja yang dikehendaki Islam adalah kerja yang bermutu, Terarah pada pengabdian terhadapa Alah Swt, dan kerja yang bermanfaat bagi orang lain.
            Islam juga memandang bahwa suatu pekerjaan harus didukung ilmu pengetahuan, keahlian, pengalaman, kesungguhan, dan seterusnya. Suatu pekerjaan yang diserahkan bukan pada ahlinya tunggulah kehancurannya. Demikian peringatan Nabi Muhammad Saw.[17]
j. Islam Sebagai Disiplin ilmu
            Selain berhubungan dengan bidang kehidupan dengan cir- ciri yang khas tersebut, Isam uga tampil sebagai sebuah disiplin ilmu, yaitu ilmu keislaman. Harun Nasution mengatakan bahwa Islam berlainan dengan pap yang umum diketahui, bukan hanya mempunyai berbagai aspek. Islam sebenarnya mempunyai aspek teologi, aspek ibadah, aspek moral, aspek mistisme, aspek filsafat, aspek sejarah, asppek kebudayaan, dan sebagainya. Ini menjadi alasan terbetuknya jurusan dan fakultas di Perguruan Tinggi Islam.[18]




PENUTUP

A. Kesimpulan
            Dengan dua jenis karakter ajaran Islam yang demikian itu, maka sangatlah beralasan jika sementara ada orang yang berpendapat bahwa islam adalah sebagai jalan hidup yang terbaik ( Islam is the best way of life ). Dengan sifatnya yang demikian itu, maka tidak pula berlebihan jika ada sementara pendapat yang mengatakan, di masa depan Islam akan menjadi alternatif utama dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia.
B. Saran
            Karakter ajaran Islam yang demikian ideal itu tampak masih belum seluruhnya dijumpai dalam kenyataan umatnya. Antar ajaran Islam yang ideal an kenyataan umatnya yang demikian itu, masih ada kesenjangan. Hal ini memerlukan pemecahan, antara lain dengan merumuskan kembali metode dan pendekatan dalam memahami Islam.           
           


DAFTAR PUSTAKA

Natta, Abuddin, Metodologi Studi Islam –Ed. Revisi-Cet.21, Jakarta, Rajawali Pers, 2014.
Natta, Abuddin, Studi Islam Komprehensif, Jakarta, Kencana, 2011.
Abdul Hakim, Atang, Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2006



[1] Abuddin  Nata, Metodologi Studi Islam , Jakarta, Rajawali Pres, 2014, hlm 79.
[2]Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, Jakarta,  Kencana, 2011, hlm 113.
[3] Ibid, hlm 116- 117.
[4] Ibid, hlm 117-118.
[5] Ibid Hal 118-120
[6] Ibid, hlm 120- 121.
[7] Ibid, hlm 122.
[8] Ibid, hlm 122- 124.
[9] Ibid, hlm 124- 125
[10] Abuddin  Nata, Metodologi Studi Islam , Jakarta, Rajawali Pres, 2014, hlm 80- 81.
[11]Ibid, hlm 81- 83
[12] Ibid, hlm 83- 85.
[13] Ibid, hlm 85- 87
[14] Atang Abdul Hakim, Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, Bandung, remaja Rosdakarya, 2006, hlm 34.
[15] Ibid, hlm 87- 90.
[16] Ibid, hlm 90- 92.
[17]Ibid, hlm 93.
[18] Ibid, hlm 93- 94.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar